Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tanah Abang, Tradisi Turun Temurun Pedagang Kurma

Kompas.com - 30/08/2009, 18:58 WIB

JAKARTA,KOMPAS.com - Sebagian besar warga Jakarta tentu sudah tak asing dengan kawasan Tanah Abang. Selain sebagai pusat perdagangan tekstil dan garmen, kawasan di pusat kota Jakarta ini juga dikenal sebagai sentra lokasi berbelanja aneka panganan khas Timur Tengah, termasuk kurma.

Perdagangan kurma di kawasan yang terkenal dengan kemacetannya ini konon sudah berlangsung turun temurun. Tradisi berjualan kurma ini sudah berlangsung antar generasi dari para pedagang di Tanah Abang. Tak pelak, Tanah Abang tidak hanya dikenal sebagai sentra perdagangan kurma di Jakarta, namun juga di Indonesia.

"Tanah Abang ini sudah jadi barometer perdagangan kurma di Indonesia," ujar Azhar (51), salah seorang pedagang kurma di Tanah Abang dalam perbincangan dengan Kompas.com, Minggu (30/8).

Menurut pria asli Betawi ini, perdagangan kurma di Tanah Abang sudah berlangsung sejak sekitar tahun 1970 . Ketika itu para pedagang kurma belumlah sebanyak sekarang. "Awalnya mereka yang berjualan kurma itu orang-orang Jawa," kata Azhar yang sudah berjualan kurma di Tanah Abang sejak 1985 ini.

Ketika itu jenis kurma yang diperdagangkan pun masih terbatas pada jenis kurma asal Mesir dan Irak. Lambat laun, karena respon pasar yang sangat baik, para pedagang kurma semakin bertambah. "Sejak itu warga asli Tanah Abang juga ikut berjualan kurma," ungkapnya.

Para pedagang penduduk asli Tanah Abang inilah yang pada akhirnya mengembangkan kawasan tersebut sebagai sentra penjualan kurma di Jakarta. Jenis kurma yang diperdagangkan pun semakin bervariasi, mulai dari kurma asal Tunisia, Madinah, Qatar, hingga kurma asal California Amerika Serikat. "Pedagang asli Betawi inilah yang menjadikan kawasan ini terkenal dengan kurma dan oleh-oleh khas Timur Tengah," tambahnya.

Saking lengkapnya jenis kurma yang diperdagangkan, warga masyarakat yang baru pulang berhaji di Tanah Suci justru seringkali membeli oleh-oleh buah khas Timur Tengah ini di Tanah Abang. "Orang-orang sering ketipu kalau dikasih oleh-oleh kurma. Dikiranya dibeli di Arab, padahal beli di sini (Tanah Abang)," kata bapak beranak empat ini sembari tertawa.

Meski demikian, Azhar mengakui, sebagian besar kurma yang diperdagangkan di Tanah Abang memang didatangkan langsung dari kawasan penghasilnya di Timur Tengah. "Soal keaslian dan rasa bisa dipertanggungjawabkan," tegasnya.

Hingga kini para pedagang kurma di kawasan ini sudah mencapai lebih dari 20 pedagang. Jumlah ini akan meningkat ketika memasuki bulan Ramadhan atau Idul Adha. "Kalau bulan Ramadhan sekarang ada sekitar 60 pedagang musiman," tukasnya.

Usaha warisan keluarga

Selain Azhar, masih ada beberapa pedagang kurma yang sudah puluhan tahun berjualan kurma di Tanah Abang. Salah satunya adalah Yanto (39). Pria asal Jepara ini merupakan generasi ketiga yang berjualan kurma di kawasan tersebut setelah neneknya pertama kali berjualan sejak tahun 1970 . "Nenek saya itu salah satu dari beberapa pedagang yang pertama kali berjualan kurma di sini," ungkapnya.

Usaha turun temurun ini diteruskan oleh Yanto dari neneknya yang bernama Pasi sejak 10 tahun yang lalu. Ia mengaku sudah menjadi kewajibannya untuk meneruskan usaha sudah menjadi warisan keluarga ini. Meski para pedagang kurma di Tanah Abang semakin bertambah, namun Yanto mengaku tidak khawatir usahanya tersaingi. "Semua sudah ada rejekinya masing-masing," ujarnya santai.

Tak hanya berjualan kurma, Yanto juga berdagang aneka panganan dan oleh-oleh khas Timur Tengah. Aneka souvenir dan alat ibadah yang diimpor dari Arab Saudi seperti ketel, obat-obatan herbal, kosmetik, sajadah, hingga tasbih, bisa ditemui di toko milik Yanto yang berukuran sekitar 3X4 meter ini.

Namun, pada Ramadhan kali ini Yanto mengakui pendapatannya sedikit menurun. Kemunculan para pedagang kurma musiman sedikit banyak ikut mempengaruhi pendapatan pada Ramadhan kali ini. Jika pada Ramadhan tahun lalu Yanto bisa mengantongi keuntungan tertinggi hingga Rp 8 juta perhari, sekarang ia hanya bisa meraup keuntungan paling tinggi Rp 4 juta perhari. "Itu masih dipotong untuk biaya yang lain-lain," katanya.

Yanto berharap peningkatan penjualan kurma akan kembali meningkat pada akhir bulan puasa nanti. Menurutnya, daya beli masyarakat akan kembali tinggi jelang datangnya hari raya Idul Fitri. "Mudah-mudahan penjualan bisa naik lagi. Itung-itung buat tambahan biaya Lebaran anak-anak," ujarnya.

Keberadaan para pedagang seperti Yanto dan Azhar inilah yang rupanya terus menghidupkan tradisi perdagangan kurma di Tanah Abang. Meski mengalami pasang surut, namun mereka mengaku berjualan kurma sudah menjadi tradisi yang tidak bisa ditinggalkan. "Harapannya ya ada perhatian dari pemerintah untuk para pedagang kurma disini. Supaya usaha kurma ini bisa terus berjalan," ungkap Yanto penuh harap.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com