Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Parodi: "Hanya" soal Tempat Duduk

Kompas.com - 10/11/2009, 17:17 WIB

Beberapa hari setelah pertemuan itu saya bercerita kepada teman lain mengenai acara makan siang itu. Wanita ayu ini menasihati saya secara tidak langsung. Manusia menjerit hanya untuk dapat tempat duduk bersama petinggi supaya dihormati dan merasa terhormat. Padahal, mumpung belum game over, seyogianya kita mempersiapkan dapat tempat duduk di surga. ”Ya, enggak?” Saya diam saja, tak tahu mesti menjawab apa.

”Rest in peace”

Setelah mendengar cerita, saya katakan kepada teman-teman, keadaan macam itu pernah saya alami. Banyak alasan mengapa mereka melakukan itu, selain mereka memang memiliki tabiat jauh dari menyenangkan. Mengapa mereka sampai tak malu menjerit di tengah keramaian pesta hanya untuk tempat duduk yang memberi rasa gengsi itu.

Penempatan duduk yang dulu saya anggap sepele menjadi tidak sepele lagi setelah saya mengalami akibat duduk bersama pribadi kondang atau petinggi. Waduh, rasanya seperti naik ayunan. Dilambungkan setinggi-tingginya, saya diasosiasikan dengan mereka. Apalagi kalau diabadikan dan kemudian diterbitkan di dalam majalah.

Apalagi saya datang dari kelas menengah, mendapat kesempatan macam itu seperti mendapat durian runtuh. Sejujurnya, dua dari tiga teman saya siang itu adalah manusia superkondang di negeri ini. Anda pasti tahu kalau saya sebutkan namanya.

Waktu saya masuk ke dalam rumah makan itu dan menuju ke tempat duduk yang sudah terisi dengan satu teman saya yang kondang itu, ”sejuta” mata melirik. Mungkin mereka berpikir, kok bisa manusia kepret itu makan siang bersama manusia kondang. Pelayan di rumah makan itu juga jadi turut ramah.

Dengan hanya mendapat kesempatan duduk, kenikmatan itu tak berarti selesai. Duduk bersama petinggi atau manusia kondang tak hanya meluaskan cakrawala, tetapi juga memiliki kesempatan meluaskan pergaulan dan jejaring. Misalnya, awalnya saya tak kenal si A, atau susah berkenalan dengan si A. Karena saya ”bergandengan tangan” dengan manusia kondang, maka saya bisa mengenal si A meski si A juga tak akan berbaik hati kepada saya.

Agar si A berbaik hati, itu pekerjaan rumah saya. Yang penting jalan sudah terbuka. Itu hanya segelintir alasan mengapa saya juga dulu pernah merasa harus menjerit hanya untuk sebuah tempat duduk.

Maka, seperti saya katakan di atas, kalau mau mendengar cerita macam itu sebaiknya menyeruput teh rasa chamomile supaya tak turut emosi. Saya membayangkan terkena serangan jantung terus game over hanya gara-gara mendengar cerita yang memang mampu memacu adrenalin.

Tetapi, nurani saya siang itu sudah terlebih dahulu menjerit. ”Kecian benuer… mati gara-gara dengerin cerita orang cari tempat duduk.”

Suara itu tak berhenti berbunyi. ”Emang pas sambil minum teh rasa chamomile. Matinya tenang. Benar-benar rest in peace.”

Samuel Mulia Penulis mode dan gaya hidup

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads

Copyright 2008 - 2023 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com