Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembunuh Model: "Aku Benci Perempuan Pemarah!" (1)

Kompas.com - 26/11/2009, 18:51 WIB

DI usianya yang baru 19 tahun, ia harus menghadapi ancaman hukuman berat lantaran dituduh membunuh seorang model. Masa lalunya yang kelam membuat kehidupannya beda dengan remaja sebayanya. Inilah cerita DS alias Fa tentang kehidupannya dan alasannya menghabisi Tia.

Baru hari ini (Kamis, 19 November) aku bisa menangis saat shalat di sel tahanan Polres Jakarta Barat. Kala itu, terbayang lagi semua kejadian yang telah kulalui. Semestinya, 27 November nanti aku merayakan HUT ke-19. Kalau tidak ada kejadian ini, mungkin aku bisa merayakannya bersama orang tersayang. Nyatanya, aku malah ada di sel bersama tahanan lain.

Sekarang aku juga bukan penata rias lagi, melainkan pembunuh seorang model di apartemen daerah Jakarta Barat. Siapa yang menduga aku bisa mengalami peristiwa ini?

Dimaki tiap hari
Kalau mengingat masa kecil, aku kembali menangis. Betapa tidak. Aku anak ke-4 dari 5 bersaudara, hidup dalam suasana rumah tangga yang kurang harmonis. Orangtuaku selalu bertengkar di depan kami, anak-anaknya. Aku juga kerap mendapat umpatan kasar dari Mama. Kata-kata, “Tolol!” “Goblok”, dan kalimat kasar lainnya, sudah jadi makanan sehari-hari. Kehidupan yang awalnya sejahtera, lama-lama berubah jadi petaka. Ketika akhirnya orangtuaku berpisah, aku memilih tinggal dengan Papa.

Mungkin itu yang membuatku jadi pendiam. Temanku tidak banyak. Paling hanya beberapa yang bisa jadi sahabatku. Yang pasti, sejak kecil aku suka dunia hiburan seperti ikut lomba nyanyi. Kalau menang, uangnya buat beli perlengkapan make-up. Aku memang tertarik mendandani orang, senang melihat mereka jadi cantik. Aku enggak pernah belajar khusus, otodidak saja. Kadang aku mencobanya di rumah dengan adik dan kakak yang menjadi model.

Sikap Mama yang kasar, sedikit banyak mungkin membuat hidupku agak berbeda dari anak lain. Aku paling benci melihat wanita marah atau yang menolak permintaanku. Itu selalu mengingatkanku pada sikap Mama.

Anggota gay
Lepas SMP aku memilih masuk SMKK Pariwisata di Banjarmasin. Saat itu aku sudah bisa mencari uang sendiri karena bergabung dengan agen model. Aku pun memilih tinggal sendiri karena sudah ada pekerjaan. Rasanya kami sudah hidup sendiri-sendiri.

Aku pun jadi terbawa hiruk-pikuk kehidupan dunia hiburan. Gayaku berubah jadi gemulai, tak seperti pria pada umumnya. Waktu itu di Banjarmasin dunia hiburan sedang marak, mau tidak mau aku ikut terseret. Orangtua sudah tahu perubahan itu, tapi bisa mengerti bahwa kondisi setiap orang tidak sama.

Malah, aku lalu jadi anggota komunitas gay selama 2 tahun. Dari luar, orang mungkin berpikir aku senang. Salah besar! Sebetulnya aku tersiksa dengan perilaku ini. Rasanya ingin lepas, tapi malah makin lengket. Pacarku tidak banyak karena aku tipe cowok pemilih dan tak gampang jatuh cinta. Tapi kalau sudah cinta, wah, akan setengah mati.

Aku juga pernah bekerja di sebuah televisi lokal, sebagai penata rias pembaca berita. Aku bekerja sama dengan mereka karena dapat iklan buat salon yang kudirikan bersama teman perempuan. Salonnya sederhana, kok. Kami memilih sistem bagi hasil: dia yang punya modal, aku yang mengerjakan. Salon kami cukup laris. (Bersambung...)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com