JAKARTA, KOMPAS.com - Pemindahan pusat pemerintahan ke luar Kota Jakarta adalah salah satu solusi memecahkan permasalahan Jakarta. Demikian dikatakan Kepala Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Sonny Harry B. Harmadi.
Selama ini, menurutnya, salah satu permasalahan Jakarta adalah tingginya tingkat pertumbuhan penduduk di daerah yang mengitari Jakarta. Ia memaparkan, pada tahun 1995 kepadatan penduduk DKI Jakarta relatif stabil yaitu 11.413 jiwa per kilometer persegi. Di tahun 2007, meningkat menjadi 11.499 jiwa per kilometer persegi.
"Artinya, selama 12 tahun, kepadatan hanya bertumbuh sebesar 0,75 persen," kata Sonny saat mengisi diskusi "Urgensi Pemindahan Ibu Kota ke Kota Selain Jakarta", di Gedung DPD, Jakarta, Rabu (4/8/2010).
Namun, pertumbuhan signifikan justru terjadi di kota penopang Jakarta yaitu Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi yang mengalami pertumbuhan kepadatan 67 persen, dari 1690 pada tahun 1995 menjadi 2.823 pada tahun 2007. Meningkat drastisnya pertumbuhan penduduk di pinggiran Jakarta, disebutnya sebagai suburbanisasi.
"Disebabkan, membaiknya infrastruktur yang menghubungkan Jakarta dengan daerah sekitarnya, mahalnya harga tanah, terbatasnya lahan kosong dipusat kota, dan berkembangnya aktifitas ekonomi di wilayah pinggiran," papar staf pengajar Ekonomi Perkotaan UI ini.
Pada tahun 2002, data menunjukkan bahwa ada sekitar 740 ribu komuter di Jakarta. Sedangkan pada tahun 2009, data Badan Pusat Statistik menyebutkan ada sekitar 1,4 juta komuter di Jakarta dan separuhnya berasal dari pinggiran kota. Dari jumlah itu, sekitar 21,3 persen komuter bekerja sebagai pegawai pemerintahan.
Oleh karena itu, pemindahan pusat pemerintahan, menurutnya, akan mengurangi jumlah komuter yang menambah kepadatan Jakarta. "Sebab para komuter ini sebagian besar menggunakan kendaraan pribadi. Kalau pusat pemerintahan pindah, setidaknya mengurangi 21,3 persen persen komuter yang merupakan pegawai administrasi pemerintahan," kata Sonny.
Jika dipisahkan antara Ibu Kota negara dan pusat pemerintahan, menurutnya, jarak kedua kota tidak boleh terlalu jauh. "Lalu pusat pemerintahan ke mana? Ini tidak mudah. Karena wilayah seputar Jakarta sudah padat. Sementara, Pulau Jawa juga sudah padat. Sebesar 56 persen penduduk Indonesia ada di Jawa," ujar dia.
Sonny sepakat, pilihan kepada Palangakaraya dan Makassar dinilai layak. Sebab, transportasi menuju kedua kota itu juga tidak ada hambatan. Ia mengatakan, jika pusat pemerintahan dipindahkan di seputar wilayah Jakarta atau Pulau Jawa tidak akan bertahan dalam waktu lama.
"Ibaratnya hanya memindahkan masalah ke tempat lain. Kita harus berpikir, Indonesia tidak hanya Jakarta atau Pulau Jawa saja," kata Sonny.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.