Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penjara Delapan Tahun untuk Journal

Kompas.com - 23/11/2010, 12:50 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Journal Effendi Siahaan, mantan Kepala Biro Hukum DKI divonis delapan tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Kourpsi.

Majelis Hakim Pengadilan Tipikor yang dipimpin Tjokorda Rai Suamba menyatakan, Journal terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus korupsi APBD DKI tahun 2006-2007.

"Terdakwa terbukti secara sah clan meyakinkan telah melakukan tindak pidana korupsi," ujar Tjokorda Rai Suamba saat membacakan putusan majelis di Pengadilan Tipikor, Senin (22/11/2010).

Majelis juga mengharuskan Journal membayar uang denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan. Journal pun diwajibkan membayar uang penggand Rp 4,6 miliar subsider 2 tahun penjara.

Journal terseret kasus korupsi karena memungut dana 10 persen dari nilai kontrak yang diberikan rekanan pada semua kegiatan yang ada di Biro Hukum. Dia juga melakukan penunjukan langsung rekanan untuk beberapa kegiatan seperti filler iklan dan Gema Hukum.

Dalam pertimbangan majelis, Journal terbukti menerima sejumlah uang dari pembuatan filler hukum dan Gema Hukum Pemprov DKI. Untuk pengadaan filler, Journal mendapat Rp 471,1 juta, sedangkan pembuatan Gema Hukum Rp 625,4 juta.

Ada juga penyelewengan dari APBD 2006-2007 senilai Rp 3,5 miliar. "Unsur melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain sudah termuat dalam diri Saudara," kata hakim anggota, Hugo.

Total kerugian negara dalam kasus yang didakwakan kepada Journal sebesar Rp 13,27 miliar. Majelis hakim juga berpendapat Journal melanggar pasal 2 ayat 1 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Atas putusan ini, Journal beserta kuasa hukumnya langsung menyatakan banding, sedangkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KPK menyatakan pikir-pikir.

Seusai sidang Journal mengatakan, kasus korupsi di lingkungan kerjanya tidak hanya terjadi pada saat ia menjabat sebagai kepala biro. Dia ikut terseret kasus korupsi karena mau tidak mau masuk ke dalam kebiasaan oknum pegawai lingkungan Biro Hukum Pemprov DKI yang korup.

"Kesimpulannya apa yang saya lakukan bukan sebagai kreator, tapi itu hal yang sudah ada di sana, dan saya diusulkan untuk melakukannya. Jadi intinya mereka yang mengusulkan, melaksanakan, dan menyalurkan," tutur Journal.

Sistem kebiasaan yang korup di antara oknum pegawai Biro Hukum Pemprov DKI Jaya itu, terangnya, bersumber dari adanya dana taktis untuk hal-hal yang tidak dianggarkan.

"Saya akui bahwa kesalahan ada, yaitu custom practice, custom practice itu yang dilakukan banyak orang yaitu adanya dana taktis untuk membiayai hal-hal yang tak ada anggarannya," ujarnya.

Dana taktis itu diperuntukkan bagi tunjangan hari raya, perintah-perintah dadakan dari pimpinan Pemprov DKI, serta untuk instansi pemeriksa baik dari internal maupun eksternal.

Adanya dana taktis itu diusulkan oleh Kepala Biro Hukum Pemprov DKI sebelum dirinya dan masih ada ketika dirinya dimutasi dari Dinas Tramtib ke Biro Hukum DKI.

Journal tidak memungkiri kesalahannya karena ikut menikmati uang negara tersebut untuk kepentingan pribadi. Namun, dia meminta KPK juga memeriksa oknum-oknum pegawai Pemprov DKI yang diduga ikut terlibat dalam kasus korupsi yang dituduhkan kepadanya. (akn)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com