Selain kampanye keliling kota, beberapa perwakilan kelompok masyarakat yang tergabung dalam Gerakan Nasional Antinarkotika (Granat) Kabupaten Banyumas dan Palang Merah Indonesia Banyumas juga meniupkan kondom hingga menjadi balon. Peniupan kondom itu sebagai wujud keprihatinan mereka terhadap rendahnya kesadaran masyarakat, khususnya seksual aktif, dalam menggunakan kondom untuk mengendalikan penyebaran HIV/AIDS.
Data Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Banyumas pun menunjukkan, 66 persen dari 602 penderita HIV/AIDS di Banyumas berasal dari kelompok heteroseksual, yakni sebanyak 398 penderita, disusul kelompok pengguna obat terlarang dengan jarum suntik (114), dan kelompok homoseksual (29).
Menurut Arno Suprapto, aktivis Granat Banyumas, masyarakat hingga saat ini masih memandang remeh penggunaan kondom. Itu pula sebabnya penularan HIV/AIDS di Banyumas masih sulit dikendalikan.
Di era komunikasi yang terbuka saat ini, memang sulit untuk mengendalikan pergaulan bebas.
”Sebagai jalan keluarnya, setiap orang dengan orientasi heteroseksual dan kerap berganti pasangan perlu meningkatkan kesadarannya menggunakan kondom. Jangan hanya karena ego lalu merugikan banyak orang,” jelasnya.
Apalagi, data KPA Banyumas menunjukkan, kelompok usia remaja hingga kelompok usia produktif mendominasi jumlah penderita HIV/AIDS di Banyumas.
Selain seksual aktif, menurut Sekretaris KPA Banyumas Budi Pramono, penularan HIV/AIDS di Banyumas juga dialami kelompok paramedis, sebanyak 35 orang. Kelompok paramedis itu tertular karena secara tak sengaja terpapar virus HIV/AIDS saat melayani para penderita.
”Bisa jadi mereka tertular karena cairan atau darah dari penderita, sementara mereka tak menggunakan sarung tangan. Ini karena mereka kurang hati-hati melayani para penderita,” jelasnya.
Hari HIV/AIDS juga digelar di Semarang dan Kudus. Di Kudus aksi simpatik dari Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat bersama aktivis Masyarakat Peduli AIDS Kudus.