Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Teror Bom Buku, Rekayasa?

Kompas.com - 26/03/2011, 11:30 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Setelah dihebohkan isu bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menyalahgunakan kekuasaannya seperti yang diberitakan harian terkemuka Australia, The Age dan Sydney Morning Herald, masyarakat terhentak dengan serangkaian teror bom buku yang muncul secara tiba-tiba.

Hingga memasuki hari ke-10, Polri belum dapat mengungkap otak di balik teror bom buku tersebut. Teror demi teror terus terjadi kendati Presiden telah meminta aparat hukum mengusut tuntas kasus tersebut.

Terakhir, sebuah ledakan dengan kekuatan kecil terjadi di sekitar kawasan Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek), Jalan Parung Panjang, Serpong, Tangerang Selatan, Jumat (25/3/2011). Ledakan itu diduga berasal dari isi sebuah kaleng di saluran air (got) tepat di samping kawasan tersebut.

Pengamat intelijen Suripto mengaku heran mengapa Kepolisian RI, yang pernah sukses menaklukkan gembong teroris yang paling dicari di Asia, Noordin M Top, Dr Azahari, berikut jaringannya, seolah tak berdaya mengungkap pelaku di balik serangkaian teror bom.

"Masak bom buku lebih dari 10 hari tidak bisa diungkap. Padahal, bom Marriott, pada hari kedua polisi sudah tahu. Jadi, timbul pertanyaan, apakah ini dilakukan oleh nonstate actor atau memang bagi dari state terrorism," kata Suripto pada diskusi yang membahas soal Rancangan Undang-Undang Intelijen di Warung Daun, Jakarta, Sabtu (26/3/2011).

"Kalau saya diminta membantu, tidak sampai tiga hari sudah selesai," kata Suripto setengah bercanda.

Saat ini, Markas Besar Kepolisian RI baru berhasil mengindentifikasi wajah orang yang diduga menjadi kurir buku berisi bom, booby trap, ke Kantor KBR 68 H di Jalan Utan Kayu, Jakarta Timur. Sketsa wajah pelaku diumumkan secara resmi dalam jumpa pers, Jumat (18/3).

"Sketsa dibuat berdasar keterangan para saksi. Diperkirakan kurir adalah pria berusia 30-an tahun, tinggi 165 sentimeter, berjaket gelap, dan berjanggut tipis," papar Kepala Bidang Penerangan Umum Mabes Polri Komisaris Besar Boy G Raffly Amar.

Sementara itu, Kepala Detasemen Gegana Brimob Polda Metro Jaya Komisaris Deonijiu de Fatima menduga paket bom diracik orang yang sama dan mirip bom-bom yang ditemukan di Poso.

"Saat saya periksa kelima bom tersebut, baik skema sirkuit, pemicu, maupun isian bahan peledaknya, satu sama lain sama. Oleh karena itu, saya menduga kelima bom diracik orang yang sama. Pembantunya boleh banyak, tetapi 'koki'-nya cuma satu," kata polisi yang sudah lebih dari 100 kali menjinakkan bom di Aceh, Poso, Ambon, dan Papua itu.

Membantah

Terkait tuduhan rekayasa, hal ini telah dibantah Boy. "Nggak mungkin. Kami punya etika profesi, kami punya tanggung jawab hukum. Pekerjaan Densus itu bukan merekayasa," ucapnya. Boy mengatakan, justru pekerjaan Densus melakukan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana teror. "Sesuatu yang tidak mungkin kalau kami sengaja membuat. Sangat bertentangan dengan nilai-nilai etika profesi kami," kata Boy.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polemik RUU Penyiaran, Komisi I DPR Minta Pemerintah Pertimbangkan Masukan Rakyat

Polemik RUU Penyiaran, Komisi I DPR Minta Pemerintah Pertimbangkan Masukan Rakyat

Nasional
Jadi Tuan Rumah Pertemuan Organisasi Petroleum ASEAN, Pertamina Dorong Kolaborasi untuk Ketahanan Energi

Jadi Tuan Rumah Pertemuan Organisasi Petroleum ASEAN, Pertamina Dorong Kolaborasi untuk Ketahanan Energi

Nasional
Di Hadapan Jokowi, Kapolri Pilih Umbar Senyum Saat Ditanya Dugaan Penguntitan Jampidsus

Di Hadapan Jokowi, Kapolri Pilih Umbar Senyum Saat Ditanya Dugaan Penguntitan Jampidsus

Nasional
Penerapan SPBE Setjen DPR Diakui, Sekjen Indra: DPR Sudah di Jalur Benar

Penerapan SPBE Setjen DPR Diakui, Sekjen Indra: DPR Sudah di Jalur Benar

Nasional
Soal Dugaan Jampidsus Dibuntuti Densus 88, Komisi III DPR Minta Kejagung dan Polri Duduk Bersama

Soal Dugaan Jampidsus Dibuntuti Densus 88, Komisi III DPR Minta Kejagung dan Polri Duduk Bersama

Nasional
Ketum PBNU Minta GP Ansor Belajar dari Jokowi

Ketum PBNU Minta GP Ansor Belajar dari Jokowi

Nasional
Momen Hakim Agung Gazalba Saleh Melenggang Bebas dari Rutan KPK

Momen Hakim Agung Gazalba Saleh Melenggang Bebas dari Rutan KPK

Nasional
Di Jenewa, Menkominfo bersama Sekjen DCO Bahas Akselerasi dan Keberlanjutan Ekonomi Digital

Di Jenewa, Menkominfo bersama Sekjen DCO Bahas Akselerasi dan Keberlanjutan Ekonomi Digital

Nasional
Bertemu Pemilik Burj Khalifa, Prabowo: Beliau Yakin Pendapatan Pariwista RI Naik 200-300 Persen

Bertemu Pemilik Burj Khalifa, Prabowo: Beliau Yakin Pendapatan Pariwista RI Naik 200-300 Persen

Nasional
Kapolri Diminta Copot Anggotanya yang Akan Maju Pilkada 2024

Kapolri Diminta Copot Anggotanya yang Akan Maju Pilkada 2024

Nasional
Zulhas Pastikan Kemendag dan Pertamina Patra Niaga Berkomitmen Awasi Pengisian LPG di SPBE

Zulhas Pastikan Kemendag dan Pertamina Patra Niaga Berkomitmen Awasi Pengisian LPG di SPBE

Nasional
 Ditanya Hakim soal Biaya “Skincare”, Istri SYL: Apa Saya Masih Cocok? Saya Sudah Tua

Ditanya Hakim soal Biaya “Skincare”, Istri SYL: Apa Saya Masih Cocok? Saya Sudah Tua

Nasional
Jokowi Sebut UKT Kemungkinan Naik Tahun Depan, Supaya Tak Mendadak

Jokowi Sebut UKT Kemungkinan Naik Tahun Depan, Supaya Tak Mendadak

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Beda Gerakan Mahasiswa Era 1998 dan Sekarang

GASPOL! Hari Ini: Beda Gerakan Mahasiswa Era 1998 dan Sekarang

Nasional
Pimpinan KPK Sebut Pertimbangan Hakim Kabulkan Eksepsi Gazalba Bisa Bikin Penuntutan Perkara Lain Tak Sah

Pimpinan KPK Sebut Pertimbangan Hakim Kabulkan Eksepsi Gazalba Bisa Bikin Penuntutan Perkara Lain Tak Sah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com