”Adalah komitmen kami untuk melindungi kepentingan nasabah kami, termasuk secepatnya mengembalikan kerugian yang dialami oleh nasabah yang hilang melalui transaksi tidak sah di dalam rekening mereka secara adil dan tepat waktu. Kami bekerja sama penuh dengan seluruh pihak berwenang terkait,” kata Ditta.
Menurut Ditta, staf yang terlibat dalam kasus pembobolan uang nasabah tersebut juga sudah tidak lagi bekerja di Citibank. Namun, pihak Citibank menolak berkomentar lebih lanjut, dengan dalih kasus ini masih dalam tahap penyelidikan.
Kepala Biro Humas Bank Indonesia Difi A Johansyah menyampaikan, pengawasan BI terhadap bank hanya berkaitan dengan kesehatan bank, termasuk hal-hal yang terkait dengan intermediasi perbankan. ”Misalnya, soal pengucuran kredit, benar atau tidak,” kata Difi.
Kasus yang terjadi di Citibank, tutur Difi, merupakan tanggung jawab Citibank. Pasalnya, kasus tersebut berkaitan dengan oknum di bank, bukan sistem bank tersebut. Secara umum, bank asing, termasuk Citibank, sistemnya sudah berjalan baik.
”Sekarang ini BI hanya meminta Citibank untuk menyelesaikan masalah itu agar nasabah tidak dirugikan,” ujar Difi.
Ekonom senior Standard Chartered, Fauzi Ichsan, yang ditanya wartawan tentang upaya mengantisipasi fraud atau penipuan di perbankan, menyatakan, manajemen risiko bank harus kuat. Penipuan umumnya terjadi di wilayah perbankan korporasi.
”Direktur manajemen risiko harus lepas dari urusan bisnis,” kata Fauzi. Dalam survei PwC Indonesia, yang dirilis pekan lalu, lebih dari separuh responden memperkirakan tingkat risiko penipuan akan tetap sama seperti tahun 2010.
Dari sisi jenis penipuan di sektor perbankan, penipuan identitas dikhawatirkan oleh 29 persen responden. Disusul kemudian penipuan berupa kolusi antara karyawan bank dan nasabah, sekitar 21 persen responden.