Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Batavia, Kota Para Lelaki

Kompas.com - 01/04/2011, 15:52 WIB

Sejak awal kedatangan Belanda di Banten, orang-orang China sudah dianggap berperan penting. Banyak saudagar China berdomisili di sana. Tidak heran Sultan Banten amat menentang upaya Belanda untuk mengajak orang-orang China berpindah ke Batavia. Soalnya kalau orang-orang China pergi, perniagaan di Banten akan merosot drastis.

Namun kepergian orang-orang China sukar dibendung. Pada tahun pertama keberadaan Batavia, pemukim China berjumlah 800. Sepuluh tahun kemudian jumlah mereka meningkat jadi 2.000. Selain pedagang, mereka adalah nelayan, tukang jahit, tukang batu, dan tukang kayu.

Sayang orang-orang China di Batavia mempunyai kebiasaan buruk, yakni suka berjudi dan mengisap candu atau madat. Mereka sering tenggelam dalam kegiatan-kegiatan itu sehingga pemerintah memutuskan untuk menyediakan satu jalan untuk rumah-rumah judi. Semua orang Eropa dilarang memasuki jalan ini pada waktu malam. Hal ini untuk mencegah perselisihan dan perbuatan negatif yang mungkin terjadi.

Lokasi yang terkenal adalah di Jalan Jelakeng, sekarang Jalan Perniagaan Barat. Sesuai namanya, di kawasan ini pernah terdapat 26 bangunan (jie = 2 dan lak = 6), yang semuanya dimanfaatkan untuk tujuan wisata. Orang-orang kaya kerap datang ke tempat ini. Lantai bawah umumnya digunakan untuk mengisap madat, sedangkan lantai atas untuk prostitusi dan judi.

Seperti semua permukiman baru, Batavia memang adalah kota para lelaki. Ketika itu hanya sedikit orang China yang bermigrasi dengan istri mereka. Di Batavia mereka mengawini penduduk asli atau membeli budak perempuan yang umumnya berasal dari Bali. Namun mereka tetap berusaha keras mendidik putra-putra mereka sebagai orang China. Dengan begitu mereka tetap khas secara budaya karena memang garis keturunan mereka adalah patrilineal atau dari garis pihak lelaki.

Sebagai daya tarik, petinggi di Belanda pernah memberi perintah khusus bahwa semua saudagar China yang kapalnya membuang sauh di Batavia harus diperlakukan dengan hormat dan sopan. Namun, sebagaimana tulis Bernard H.M. Vlekke dalam Nusantara, orang-orang China di Batavia berada di bawah pengaturan Kompeni. Dengan demikian mereka harus menaati hukum Belanda.

Setelah beberapa tahun, pemerintah memutuskan perkara yang kurang penting dan urusan warisan dilakukan oleh seorang kapiten China, yang ditunjuk oleh gubernur jendral. Selanjutnya ketika penduduk Batavia semakin bertambah, Portugis memperkenalkan sistem pengelompokkan penduduk menurut kebangsaan. (Djulianto Susantio, pemerhati sejarah dan budaya)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com