Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kota Tua Terpinggirkan

Kompas.com - 25/07/2011, 03:40 WIB

Jakarta, kompas - Pembenahan kawasan Kota Tua Jakarta belum sepenuh hati. Kota Tua hanya dilihat sebagai kumpulan gedung tua di sekitar Museum Sejarah Jakarta, sementara kampung-kampung pendukung di sekelilingnya tidak diperhatikan.

Jika kondisi seperti ini dibiarkan, Jakarta akan menuju titik nadir kota yang mati.

”Kota Tua adalah potret kecil Jakarta. Jika pembenahan Kota Tua tidak berhasil, Jakarta akan mengalami nasib yang sama, menjadi kota mati,” kata Koordinator Peta Hijau Jakarta Nirwono Joga di sela-sela peluncuran Peta Hijau Kota Tua ”Jakarta Dulu, Potret Kini”, Minggu (24/7).

Peta Hijau Kota Tua ”Jakarta Dulu, Potret Kini” memberi gambaran kondisi lingkungan, sosial budaya, dan bangunan di kawasan Kota Tua. Ada 100 lokasi yang dimasukkan dalam Peta Hijau Kota Tua, tetapi hanya 76 lokasi yang diberi informasi lengkap.

Sekitar 100 peserta peluncuran Peta Hijau Kota Tua dari sejumlah komunitas menyusuri beberapa rute untuk melihat kondisi yang digambarkan di peta. Mereka menempuh perjalanan sekitar 7 kilometer, dari Gedung Arsip Nasional menuju Museum Sejarah Jakarta, melewati perkampungan di sekitar Tanah Sereal dan Roa Malaka.

”Seperti kita lihat, banyak ruang hijau kota di kawasan ini berubah menjadi tempat komersial. Kawasan ini juga menjadi pusat kegiatan ekonomi terbesar di Jakarta, tetapi daya dukung lingkungannya tidak diperhatikan. Ini sama saja bunuh diri ekologis,” ujar Nirwono.

Dampaknya, drainase tidak lancar, air sungai berwarna hitam dan bau, permukiman padat berimpitan di jalan-jalan sempit, serta lingkungan kumuh dan banjir menjadi persoalan yang tidak terhindarkan. Kondisi semacam ini tipikal dengan kawasan-kawasan lain di Jakarta.

Jakarta, lanjut Nirwono, dilihat sebagian besar warganya sebatas tempat untuk mencari uang. Tidak ada semacam rasa memiliki yang membuat warga tergerak untuk turut membenahi kota. Akibatnya, ibu kota negara ini hanya akan mengalami permasalahan yang sama dari waktu ke waktu. ”Kota ini ibarat sapi perahan yang, jika dibiarkan saja, barangkali 5-10 tahun lagi bisa jadi kota mati,” ujarnya.

Peta Hijau Kota Tua ”Jakarta Dulu, Potret Kini” diharapkan bisa menjadi penyadaran bagi masyarakat dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk membenahi lingkungan sekitar Kota Tua. Sebelumnya, tahun 2005, pernah dibuat Peta Hijau Kota Tua.

Program prioritas

Menurut Nirwono, pembenahan Kota Tua masuk dalam salah satu program prioritas Pemprov DKI Jakarta, selain bus transjakarta dan Kanal Banjir Timur. Dengan anggaran hingga Rp 800 miliar per tahun, semestinya pembenahan Kota Tua bisa dilakukan lebih dari sekadar menata kawasan Taman Fatahillah.

Niken Prawestiti, salah satu penyusun Peta Hijau Kota Tua, mengatakan, saat menelusuri kembali kawasan Kota Tua, justru ditemukan ada beberapa titik yang telah hilang tak berbekas dari peta sebelumnya.

”Ada kebinekaan yang tergambar dari beragam tempat ibadah, ada jejak kampung, ada sisa-sisa bangunan tua yang masih bisa diselamatkan. Namun, kawasannya secara keseluruhan tampak tak berdaya. Daya dukung lingkungan sangat merosot. Semua tampak hanya seadanya,” ujar Niken.

Selain bangunan-bangunan bersejarah yang sudah dikenal, lokasi-lokasi yang digambarkan dalam Peta Hijau Kota Tua ”Jakarta Dulu, Potret Kini” juga mencakup tempat pembuatan kompos di Jalan Kertajaya, pengumpul barang bekas di Jalan Pejagalan, jalur pejalan kaki di Jalan Roa Malaka, Toko Obat Lay An Tong di Jalan Perniagaan Barat, Kampung Pecah Kulit, Wihara Arya Marga atau Lamceng, dan Pengobatan Kungfu Shaolin di Jalan Keadilan Raya. (FRO)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com