Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Chalimi dan Pintu Perlintasan KA

Kompas.com - 27/08/2011, 16:00 WIB

KOMPAS.com - Jarum jam menunjukkan pukul 23.04. Mata Chalimi (36), masih terlihat segar.

Telah empat jam lebih ia berjaga di sebuah pos berukuran 1,5 meter X 1,5 meter, yang sudah dianggap sebagai rumah keduanya. Tak main-main, di pundak lelaki gempal itu, keselamatan ribuan penumpang kereta api dan pengguna jalan setiap harinya bergantung.

Tugasnya sekilas terlihat sepele, namun sesungguhnya teramat vital bagi orang banyak. Chalimi merupakan pegawai penjaga pintu perlintasan KA di Stasiun Cakung, Jakarta Timur, salah satu perlintasan KA teramai di wilayah paling timur Jakarta.

Hingga jelang tengah malam, Jumat (26/8/2011), ratusan kendaraan masih terlihat lalu lalang melintasi perlintasan stasiun, yang juga menjadi jalur transit bagi KA yang akan melampaui KA lain itu. Setiap hari, sekitar 250 KA yang melewati Stasiun Cakung dari kedua arah, 150 KA di antaranya berjalan pada malam hari.  

Menjelang Lebaran begini, frekuensi KA yang lewat bertambah. Kalau malam, bisa ada sekitar 180 KA yang terjadwal lewat hingga pagi, ujar Chalimi yang malam itu mendapat giliran tugas dari pukul 7.00 malam hingga 8.00 pagi. Artinya, dalam satu jam rata-rata ada 13 KA yang lewat.

Sebenarnya, pada hari biasa pun tugas Chalimi tak mudah. Arus lalu lintas di perlintasan itu terkenal selalu macet saat jam sibuk pagi hari. Begitu pun pada sore hingga malam saat warga berbondong-bondong pulang kerja.

"Sudah bukan hal aneh lagi jika banyak kendaraan, khususnya roda dua, yang membandel dan nekat melintas meskipun sinyal tanda KA akan lewat sudah berbunyi dan palang pintu otomatis perlahan turun. Padahal, jarak sinyal tanda KA datang dan perlintasan hanya 500 meter," kata Chalimi.

Jadilah Chalimi harus bergerak cepat untuk mencegah kendaraan yang berupaya menerobos. Setiap kali sinyal tanda KA akan lewat berbunyi, ia langsung bergegas mengambil peluit dan tongkat cahaya (light stick ) untuk memperingati para pengendara sebelum palang turun.

Saat palang pintu tertutup dan KA lewat, mata Chalimi masih harus awas mengamati kereta yang melintas itu. Ia mesti mencatat waktu, kode KA , dan kondisi kereta itu sendiri hingga gerbong paling belakang. Jika ada hal yang janggal, harus segera dilaporkan agar KA bisa dihentikan di stasiun berikutnya untuk diperiksa, katanya.

Setelah KA melintas dan palang pintu diangkat, ia kembali ke pos kecilnya itu dan mencatat semua pengamatannya dalam buku berjudul Daftar KA yang Lewat . Barulah setelah itu Chalimi bisa rehat sejenak.  

 

Kantuk

Di sela-sela jam jaganya malam itu, Chalimi bercerita suka dukanya menjadi petugas penjaga pintu perlintasan KA yang telah dijalani selama 16 tahun. Separo dari masa kerja itu dihabiskan dalam sepi saat mendapat giliran tugas malam.

Paling berat kalau pukul 3.00-4.00 dini hari. Ia harus kuat melawan kantuk karena lalu lintas kendaraan sudah sepi. Chalimi biasa menghabiskan tiga gelas kopi dan dua bungkus rokok kretek saat jaga malam.

Jika kantuk sudah menyerang, ia biasanya mencuci muka dan mencari teman mengobrol. Entah satpam stasiun, petugas operator sinyal, atau tukang ojek yang masih tersisa di sekitar posnya menjadi sasaran.

"Kalau enggak ada orang, saya cari kesibukan sendiri. Biasanya bersih-bersih halaman sekitar pos," kata Chalimi.

Maklum, tidak ada televisi atau radio yang bisa menjadi sarana hiburan di pos itu. Pernah kepala stasiun setempat menawarkan untuk memasang televisi, namun Chalimi menolak dengan alasan agar ia bisa tetap konsentrasi saat bertugas.

Mungkin karena disiplin macam itulah, Chalimi mengatakan selama ia bertugas tak pernah ada kecelakaan di perlintasan Cakung. " Insya Allah seterusnya akan aman seperti itu," tambahnya.

Menjaga konsentrasi dan kelopak mata tetap terbuka, menjadi krusial bagi orang dengan pekerjaan seperti Chalimi. Meleng sedikit, bahaya mengintai dan nyawa banyak orang terancam.

Jangankan tertidur, mau keluar agak jauh dari pos saja harus banyak perhitungan. Jika mendadak ada panggilan alam untuk buang air besar, misalnya, ia harus lebih dulu mencari teman petugas yang bisa menggantikan , meskipun sebenarnya toilet berdampingan dengan pos.

Andai kebetulan ia lalai dan terjadi hal fatal pada keselamatan KA atau pengendara, ancaman pidana lima tahun dan sanksi pemecatan membayangi. Tugas dan tanggungjawab yang sesungguhnya timpang jika dibandingkan dengan gaji Rp 3,5 juta yang diterima Chalimi setiap bulan.

Terlepas dari resiko dan beban tersebut, Chalimi selalu mensyukuri pekerjaannya itu. Dari pekerjaan ini, saya bisa mencukupi kebutuhan keluarga, ujarnya.  

 

Lebaran

Momen menjelang Lebaran seperti ini, juga menjadi saat yang mengaduk-aduk perasaan bagi Chalimi. Jangankan pulang ke kampung halamannya di Brebes, Jawa Tengah, untuk berlebaran dengan istri dan dua anaknya yang tinggal sekitar 200 meter dari stasiun saja tak bisa sepenuhnya dinikmati.

Dari jadwal yang diterimanya, pada Lebaran nanti ia mendapat giliran tugas pukul 13.00-20.00. Praktis, hanya separuh hari ia bisa bercengkerama bersama keluarga dan bersilaturahmi dengan tetangga.

"Ini masih mendingan, tahun lalu saat Lebaran saya dapat tugas dari malam takbiran sampai pagi jam 8.00. Setelah pulang, hanya bisa silaturahmi sebentar terus tidur karena lelah," katanya.

Tuntutan tugas membuat PT KA tidak mengenal libur saat Lebaran, dan dinas pegawainya berjalan seperti hari normal. Maklum, kereta api menjadi tulang punggung arus mudik dan balik warga sehingga Lebaran justru menjadi saat tersibuk bagi moda transportasi tersebut.

Cuti baru bisa diambil dua minggu setelah Lebaran, ungkap Chalimi, seraya menambahkan terakhir kali ia mudik ke Brebes terjadi 13 tahun silam.

"Memang kalau dipikir-pikir sedih juga karena tak bisa sungkem sama orang tua di hari raya. Tapi karena sudah dijalani setiap tahun, jadi terbiasa dan dibuat senang saja," katanya lagi.

Satu hal yang membuatnya ikhlas melepas kegembiraan hari besar setahun sekali itu adalah rasa bangga karena bisa turut menjaga keselamatan mereka yang pulang kampung.

Pengorbanan besar dari petugas-petugas kecil lapangan seperti Chalimi lah, yang membuat hari raya terasa lebih bermakna.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com