Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komitmen dan Konsistensi Pemerintah Bangkok Mengatasi Kemacetan

Kompas.com - 24/09/2011, 01:44 WIB

Kemacetan menjadi persoalan yang dihadapi Jakarta dan Bangkok. Namun, dari sisi penanganan kemacetan, kedua kota itu memiliki gaya yang berbeda. Wartawan ”Kompas”, Agnes Rita Sulistyawaty dan Clara Wresti, serta Gianie dari Litbang Kompas mencoba menelusuri transportasi massal yang dikembangkan di Bangkok dan suasana kemacetan yang memang belum terselesaikan hingga kini.

Bangkok memang bukan kota yang sempurna. Namun, mereka mulai menambah angkutan massal. Penyelesaian kemacetan memang tidak cukup hanya dengan mengeluarkan 19 instruksi mengatasi kemacetan.

Seperti halnya Jakarta, Bangkok tumbuh sebagai kota besar di Asia Tenggara. Ibu kota Thailand ini tidak hanya menjadi tempat pusat pemerintahan, tetapi juga berkembang sebagai pusat ekonomi, perdagangan, investasi, pendidikan, administrasi, dan pariwisata. Salah satu konsekuensinya adalah kemacetan.

Sebagai pusat berbagai aktivitas, Bangkok juga disesaki oleh warga, baik yang bermukim di Bangkok, komuter, maupun wisatawan. Jumlah penduduk Bangkok tahun 2010 mencapai 5,7 juta jiwa, tumbuh 0,37 persen dibandingkan dengan tahun 2000. Jumlah ini jauh di bawah penduduk Jakarta yang pada 2010 mencapai 9,5 juta jiwa dengan pertumbuhan penduduk 1,4 persen dalam 10 tahun.

Namun, angka itu bertambah karena lima daerah sekitar bertumbuh. Lima provinsi penyangga Bangkok itu tahun 2000 masih berpenduduk 3,7 juta jiwa dan 10 tahun kemudian menjadi 4,6 juta jiwa. Pertumbuhan penduduk ini membawa implikasi pertambahan perjalanan menjadi rata-rata 17 juta perjalanan per hari. Angka perjalanan ini diprediksi meningkat menjadi 26,2 juta per hari pada 2021.

Sementara itu, kondisi jalan nyaris tidak bertambah. Tahun 2009, Bangkok Metropolitan Administration—setingkat pemerintah provinsi—mencatat panjang jalan hanya 5 persen dari luas kota ini. Sementara jumlah semua kendaraan yang terdata mencapai 6,1 juta unit pada tahun 2009.

Perluasan jalan dan pembuatan jalan baru tidak terlalu berhasil karena Bangkok adalah kota tua yang tidak cocok untuk mobil. Jalan-jalan di Bangkok umumnya sempit dan banyak persimpangan.

Akibatnya, kecepatan rata-rata kendaraan saat jam padat terus merosot. Tahun 2008, di Jalan Phaya Thai yang menjadi salah satu titik rawan macet, kecepatan rata-rata kendaraan pada jam sibuk hanya 11,49 kilometer (km) per jam dan merosot menjadi 7,51 km per jam tahun 2009. Begitu pula di Jalan Sukhumvit, kecepatan rata-rata 12,73 km per jam tahun 2009, turun dibandingkan dengan tahun 2008 yang mencapai 15,31 km per jam. Angka kecelakaan lalu lintas juga tinggi, mencapai 2.500-4.000 kasus per bulan.

Angkutan massal

Kondisi kemacetan juga dialami Jakarta sebagai kota yang menjadi pusat segala macam kegiatan: pemerintahan, bisnis, pendidikan, dan perdagangan.

Namun, ada satu perbedaan yang jelas terlihat dari kedua kota ini dalam hal kesanggupan mencari terobosan mengatasi kemacetan. Tahun ini, genap 12 tahun Bangkok menjalankan kereta layang. Kereta yang membelah pusat bisnis di Bangkok ini diresmikan tahun 1999 saat krisis moneter menghantam negara-negara Asia Tenggara.

Selain dua jalur kereta layang, Bangkok juga ditopang dengan satu jalur kereta bawah tanah, kereta bandara, dan satu jalur bus khusus (busway) yang membelah kota yang padat dan macet.

Harus diakui, belum seluruh transportasi massal yang dibangun di Bangkok memuaskan dan menyelesaikan problem kemacetan. Namun, warga kota punya alternatif transportasi massal yang layak, aman, cepat, dan tepat waktu saat ingin menuju pusat kota. Jaminan itu juga diberikan saat warga butuh transportasi pada malam hari.

Kebutuhan ini terfasilitasi dengan penyediaan transportasi massal lengkap dengan jalur khusus, sistem tiket elektronik, hingga perangkat kamera pengawas yang disebar di areal stasiun dan kota. Stasiun atau terminal pergantian antarmoda dibangun dengan jalur pejalan kaki yang nyaman tanpa orang harus meluber ke jalan.

”Kemacetan adalah persoalan serius di Bangkok. Transportasi publik mutlak diwujudkan untuk menjaga agar kemacetan tidak semakin parah,” tutur Thirayoot Limanond, pengamat transportasi dari Asian Institute of Technology di Thailand.

Moda transportasi massal yang dikembangkan di Bangkok butuh investasi besar. Voraniti Chovichien, konsultan transportasi publik di Bangkok, mengatakan, investasi satu jalur MRT mencapai 115.812 juta baht atau sekitar Rp 34,7 triliun.

Itu sebabnya transportasi massal dibuat bersinergi dengan moda transportasi lain meskipun transportasi massal itu dibuat oleh otoritas yang berbeda. Namun, semangatnya sama, untuk memudahkan penumpang.

Membangun sistem transportasi publik Bangkok bukan tanpa persoalan. Namun, konsistensi mewujudkan perencanaan merupakan modal untuk merealisasikan transportasi massal baru di Bangkok.

”Kita harus belajar mengenai konsistensi ini,” kata Duta Besar Indonesia untuk Thailand Mohammad Hatta.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com