Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tamsil: Mekanisme PPID Transmigrasi Sesuai Prosedur

Kompas.com - 03/10/2011, 18:51 WIB
Ary Wibowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Unsur pimpinan Badan Anggaran DPR asal Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Tamsil Linrung, mengatakan mekanisme program Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (PPID) Transmigrasi di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dalam banggar DPR dijalankan sesuai prosedur yang berlaku. Hal itu diungkapkan Tamsil seusai menjalani pemeriksaan sebagai saksi dalam kasus dugaan suap Kemennakertrans di Komisi Pemberantasan Korupsi.

"Pertama yang lebih banyak ditanyakan dalam pemeriksaan tadi mengenai mekanisme, jadi bagaimana prosedurnya, di mana penyesuaian itu, khususnya PPID lebih khusus lagi soal dana transmigrasi, seperti yang kawan sudah tahu bermasalah itu ya. Dan mekanisme itu sudah berjalan sesuai prosedur," ujar Tamsil di Gedung KPK, Jakarta, Senin (3/10/2011).

Dikatakan Tamsil, prosesnya pembahasan dana program tersebut diawali dari rapat Panja asumsi, yang kemudian dioptimalisasikan oleh badan anggaran, kemudian dialokasikan di Panja Belanja Pusat dan Panja Belanja Daerah. Menurut Tamsil, di panja belanja transfer daerah sebesar Rp 19,5 triliun tersebut, dialokasikan Rp 13,2 triliun untuk dana bagi hasil, untuk memenuhi tuntutan UU juga atas kenaikan harga minyak.

"Kemudian Rp 6,313 triliun, dialokasikan sebesar Rp 613 miliar di sektor pendidikan dan Rp 500 miliar untuk sektor transmigrasi, serta Rp 5,23 triliun untuk infrastruktur lainnya. Nah yang menjadi masalah itukan yang Rp 500 miliar itu kan," jelas Tamsil.

Dikatakan Tamsil, dalam rapat Panja, semua anggota Panja setuju dana itu dialokasikan langsung ke daerah. Menurut Tamsil, dalam rapat Panja tersebut, semua anggota yang hadir menyetujui pembagian dana tersebut.

"Rapat itu juga dipimpin oleh Dirjen Menteri Kewuangan Pak Marwanto. Maka dari itu, kesepakatannya adalah dari pemerintah dan anggota anggaran. Jadi, kalau ada satu yang tidak setuju, anggaran ini pasti tidak akan terjadi," kata Tamsil.

Lebih lanjut, ditambahkan Tamsil, dalam pemeriksaan tersebut dirinya juga telah menyampaikan beberapa surat dan dokumen terkait rapat banggar DPR.

"Saya tadi serahkan dokumen-dokumen. Semua surat menyurat sesama Dirjen, lalu Undang-Undang, dan keputusan Presiden untuk membantu penyidikan KPK dalam kasus ini," kata Tamsil.

Ketika ditanya apakah dirinya tahu perihal pembagian fee dalam kasus tersebut, Tamsil enggan mengomentarinya. Pasalnya, pembagian fee itu bukan merupakan wilayah kerjanya.

"Komitmen fee tidak ada dan bukan wilayah saya. Saya tidak tahu sama sekali," kata Tamsil.

Seperti diberitakan, dalam kasus ini KPK menetapkan Sekretaris Dirjen di Direktorat Jenderal Pembinaan Pengembangan Kawasan Transmigrasi (P2KT) Kemennakertrans I Nyoman Suisnaya, Kepala Bagian Program, Evaluasi, dan Pelaporan Dirjen P2KT Dadong Irbarelawan, dan perwakilan PT Alam Jaya Papua Dharnawati sebagai tersangka. Ketiganya diduga mencoba menyuap Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar dengan alat bukti uang Rp 1,5 miliar.

Farhat Abbas, kuasa hukum Dharnawati mengungkapkan adanya dugaan aliran dana ke Badan Anggaran.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

    Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

    Nasional
    SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

    SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

    Nasional
    'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

    "Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

    Nasional
    Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

    Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

    Nasional
    Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

    Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

    Nasional
    Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

    Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

    Nasional
    Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

    Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

    Nasional
    Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

    Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

    Nasional
    Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

    Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

    Nasional
    'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

    "Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

    Nasional
    [POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

    [POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

    Nasional
    Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
     PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

    PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

    Nasional
    Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

    Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

    Nasional
    LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

    LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com