”Meski memiliki jalur khusus, bus transjakarta seharusnya juga mengutamakan keselamatan lingkungan. Operator dan sopir bus transjakarta yang ugal-ugalan harus ditegur keras. Mereka tidak boleh mengendarai kendaraan lebih cepat dari 60 kilometer per jam. Manajemen mereka juga harus diperbaiki,” ujar Fauzi.
Selain itu, Badan Layanan
”Saat ini memang tracking system hanya tersedia untuk Koridor I (Blok M-Kota). Namun, sistem ini akan kami aplikasikan juga di koridor-koridor lain. Dengan tracking system, pengemudi yang ugal-ugalan dan melebihi kecepatan bisa terekam,” kata Fauzi.
Sementara itu, jembatan penyeberangan orang (JPO) juga akan ditambah jumlah dan lokasinya di tempat-tempat strategis. ”JPO akan diperkuat oleh separator yang tinggi sehingga orang tidak bisa menyeberang melintas di jalur busway. Dengan begitu, kecelakaan dapat diminimalisasi,” tutur Fauzi.
Di Jakarta terdapat 300 JPO, di mana 253 JPO dibangun oleh dinas perhubungan dan sisanya oleh Jasa Marga. ”Orang kebanyakan masih malas menyeberang jalan menggunakan JPO,” katanya.
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Udar Pristono mengatakan, banyaknya kecelakaan yang terjadi di jalur busway juga dipengaruhi rendahnya disiplin warga. ”Kesalahan atas banyaknya kasus kecelakaan juga tak bisa ditimpakan kepada BLU Transjakarta semata,” ujarnya.
”Sudah banyak yang kecelakaan dan meninggal di jalur busway, tetapi tidak mampu menimbulkan efek jera pada masyarakat. Mereka tetap saja menyeberang dan menyerobot jalur busway,” kata Pristono.
Berdasarkan data dari BLU Transjakarta, kecelakaan justru lebih banyak terjadi di lajur busway, bukan di lajur campuran. Padahal, menurut Pristono, sarana dan prasarana yang ada sekarang, seperti rambu lalu lintas dan separator, cukup memberikan keamanan lalu lintas bagi masyarakat agar tak menggunakan jalur busway.