Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

155,8 Hektar Ladang Ganja Dimusnahkan

Kompas.com - 04/12/2011, 17:12 WIB
Windoro Adi

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com- Badan Narkotika Nasional (BNN) bersama Direktorat Narkoba Polda Aceh menemukan ladang ganja seluas total 155,8 hektar di Aceh Besar, Aceh Utara, Biruen, dan Gayo Lues.

Direktur Penindakan dan Pengejaran BNN, Brigadir Jenderal Benny Mamoto, Minggu (4/12/2011), menyatakan, setiap hektar ladang ganja memiliki rata-rata 10.000 pohon ganja. Setiap tujuh pohon ganja menghasilkan satu kilogram ganja kering siap edar.

"Dengan demikian, dari ladang ganja seluas total 155,8 hektar itu bisa dihasilkan 222.571 ton ganja kering siap edar," tuturnya.

Dengan asumsi harga setiap kilogram ganja kering di Jakarta Rp 2,5 juta. Maka, lanjut Benny, 222.571 ton "ganja kering" yang dimusnahkan senilai Rp 556 miliar lebih, atau tepatnya, Rp 556.427.500.000.

"Kalau asumsinya setiap orang mengonsumsi ganja sehari lima gram, maka satu kilogram ganja dikonsumsi 200 orang. Jadi, 222.571 ton ganja kering dikonsumsi 44.514.200 orang sehari. Dengan memusnahkan ganja sebanyak itu, berarti 44,5 juta orang bakal mengurangi mengonsumsi ganja karena kesulitan mendapat ganja kering," ucap Benny.

Kabupaten Bireuen diduga menjadi kawasan ladang ganja terbesar di Aceh. Diperkirakan ada 44 titik ladang ganja yang tersebar di enam lokasi di lima kecamatan. Dalam satu kali operasi di Bireuen saja, aparat bisa menemukan 20-90 hektar ladang ganja.

Akhir November lalu, Satuan Narkoba Polres Bireuen dan personel Polsek Peudada, Jeunieb, dan Bireiuen memusnahkan 20 hektar ladang ganja di kawasan lereng Gunung Puncek, Desa Balee Daka, Peulimbang, kabupaten setempat. Pemusnahkan dilakukan setelah aparat berjalan kaki sejauh 30 km dari Desa Garap, kecamatan yang sama.

Kedua terbesar

Terakhir, BNN bersama Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Sumatera Utara, Senin (24/10), memusnahkan delapan hektar ladang ganja di Bukit Tor Sihite, Desa Hutabangun, Penyabungan Utara, Madina, Sumatera Utara. Menurut Benny, ladang ganja ini terbesar setelah Aceh.

"Ladang ganja di Mandailing Natal ini nomor dua terluas setelah Aceh," ucapnya.

Meski demikian, kualitas ganja kalah bagus ketimbang ganja asal Aceh. Benny menduga, produk ganja kering dari Mandailing Natal tersebut telah diekspor ke mancanegara disamping dipasarkan dalam negeri, terutama untuk konsumsi Jakarta.

Menurut Benny, ladang ganja ini sudah ada sejak tahun 80-an. "Jadi, warga sekitar berladang ganja di Bukit Tor Sihite ini sudah turun temurun," ujarnya.

Benny mengakui, saat ladang ganja dimusnahkan, petugas tidak menemukan pemilik ladang ganja. "Sasaran kita mematikan sumber-sumber ganja. Yang kita hantam memang bagian hulu-nya. Pasar ganja akan rontok dengan sendirinya. Usaha menumpas peredaran ganja menjadi lebih efisien," tegas Benny.

Selain menghancurkan ladang-ladang ganja, BNN juga melakukan pendampingan warga mengubah ladang ganja menjadi ladang karet atau coklat atau tanaman produktif lainnya. Undang Undang No. 22 tahun 1997 tentang Narkotika menyebutkan, biji, buah, jerami, hasil olahan atau bagian tanaman ganja termasuk damar ganja dan hasis, sebagai narkotika golongan I yang berarti satu kelas dengan opium dan kokain.

Pasal 82 ayat 1 butir a UU tersebut menyatakan, Mengimpor, mengekspor, menawarkan untuk dijual, menyalurkan, menjual, membeli, menyerahkan, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, atau menukar narkotika Golongan Satu, dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling paling banyak Rp 1 miliar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com