Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berlindung di Balik Tanggul Laut

Kompas.com - 05/12/2011, 04:11 WIB

Hampir setahun, Fikri (12), siswa kelas VI SD, bernapas lega. Dia tidak khawatir lagi akan rob, limpasan pasang air laut yang biasa terjadi saat bulan purnama, setiap kali dia berangkat ke sekolah. Pasalnya, tanggul laut di lingkungan tempat tinggalnya di Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara, ditinggikan akhir tahun lalu.

”Kalau pergi sekolah sekarang sudah enggak susah lagi. Enggak pusing lagi sama banjir,” ucapnya.

Anak pertama dari tiga bersaudara ini menunjukkan kekesalannya saat diajak bicara soal rob. Ia mengerutkan wajah hingga mulut dan hidungnya hampir menyatu serta matanya menyipit. ”Banjir bikin susah,” katanya.

Meskipun sekarang Muara Baru relatif aman dari rob, bahaya dari laut tetap mengintai. Hampir seluruh kawasan permukiman di Muara Baru itu berada di bawah permukaan laut karena selama tiga dekade ini kawasan itu turun hingga 4,1 meter.

Bahaya itu tampak jelas diamati di tanggul laut dekat rumah pompa di permukiman Muara Baru itu. Di balik tanggul itu, permukaan laut tampak jelas berada satu meter di atas permukaan jalan permukiman. Malah permukaan air kanal di permukiman itu berada hampir 2 meter di bawah permukaan laut. Air laut tidak masuk ke kanal yang lebih rendah karena ada pintu air.

Dalam kondisi laut tenang, permukaan laut masih berada 1 meter dari puncak tanggul. Namun, saat air laut pasang, permukaan air laut hanya menyisakan jarak sejengkal tangan orang dewasa dari puncak tanggul. Menurut sejumlah warga, ketika pasang cukup tinggi, air laut kerap meluap ke daratan meski hanya berupa aliran kecil.

Meski sudah lama tak direndam banjir rob, Ela (36), ibu rumah tangga di Muara Baru, tetap menempatkan semua peralatan rumah tangganya di atas meja kayu setinggi 0,5-1 meter. Untuk istirahat, Ela bersama suami dan tiga anaknya menempati lantai dua. Ela menyadari betul, meski lingkungan tempat tinggalnya dilindungi tanggul, rob tetap mengintai. ”Pinginnya tidak tinggal di sini lagi, tetapi mau ke mana lagi,” ucapnya.

Apalagi, kata Ela, genangan air akibat hujan masih kerap muncul di lingkungan tempat tinggalnya. Hal itu terjadi karena hampir semua saluran air, selokan, dan kanal diokupasi warga sebagai tempat tinggal sehingga air di permukiman itu tidak mengalir dengan baik.

Dibandingkan dengan daerah lain di Jakarta Utara, Kelurahan Penjaringan, tempat Muara Baru berada, memiliki penduduk terpadat, sebanyak 79.512 jiwa. Rata-rata kepadatannya 20.180 jiwa per kilometer persegi, dua kali lipat rata-rata kepadatan penduduk seluruh wilayah Jakarta Utara.

Untuk menghindar dari genangan air, hampir setiap penghuni rumah di lingkungan itu membuat talut setinggi 30-70 sentimeter di depan rumah. Di kalangan warga mampu, lantai dasar rumah mereka ditinggikan satu meter dari muka jalan.

Di permukiman elite di kawasan Pluit, yang hanya berjarak 500 meter dari Muara Baru, lantai dasar hampir semua rumah ditinggikan hingga 1,5 meter dari muka jalan. Sebagian warga di lingkungan itu secara swadaya mengatasi genangan air dan banjir rob dengan mengoperasikan pompa, seperti di RW 02 Kelurahan Pluit.

Ketua Tim Banjir RW 02 Haryanto mengatakan, setiap rumah dibebani iuran Rp 15.000-Rp 20.000 per bulan untuk mengoperasikan sembilan pompa. Tanpa pompa itu, menurut dia, permukiman RW 02 senantiasa terendam air karena aliran air di selokan tidak dapat masuk ke Kali Adem, yang alirannya bermuara ke laut.

Tak berdaya

Berada dua kilometer di selatan pantai Jakarta, warga Kampung Apung, RW 01, Kelurahan Kapuk, Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat, lebih dari 20 tahun hidup di tengah genangan luapan sungai, rob, dan hujan.

Ketua RW 01 Juhri mengatakan, hampir semua saluran penghubung di tepi jalan tidak berfungsi lagi. Banyak di antaranya tertutup bangunan permanen atau nonpermanen, seperti warung, kios, bengkel, bahkan rumah tinggal. Sampah dan endapan lumpur memenuhi saluran air sehingga air got meluap ke jalan.

Pada kondisi normal, muka air di got sudah sejajar dengan jalan raya. Air coklat dan kehitaman yang berbau busuk sering meluber ke jalan saat hujan.

Air semakin tinggi, warga pun beradaptasi dengan meninggikan lantai rumah. Saat curah hujan semakin tinggi dalam beberapa hari terakhir, ketinggian air bertambah 10-15 sentimeter.

”Entah karena permukaan tanahnya menurun atau memang volume airnya semakin banyak, yang pasti airnya semakin tinggi,” kata Juhri.

Menurut ahli geodesi Institut Teknologi Bandung, Prof Dr Hasanuddin Z Abidin, rob merupakan dampak berkembangnya Jakarta sebagai ibu kota dan pusat aktivitas ekonomi.

Hasanuddin mengatakan, pemerintah perlu mencari solusi secara holistis dan bijak, bukan dengan menggusur ribuan warga yang memadati kawasan pesisir Jakarta Utara. Itu karena mereka selama ini juga menjadi tulang punggung roda ekonomi di Jakarta Utara, tempat berdiri berbagai macam industri otomotif dan pangan serta sejumlah obyek vital.

”Keselamatan dan kesejahteraan warga harus tetap diutamakan agar kualitas hidupnya meningkat. Akan tetapi, masalah lingkungan di pesisir utara Jakarta ini juga harus ditangani segera,” tuturnya.

(FRO/MDN/WIN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com