Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Abai sejak dalam Pikiran

Kompas.com - 09/12/2011, 04:05 WIB

Padahal, dalam perspektif hak asasi, kemiskinan bukanlah sekadar perkara kurangnya pendapatan, tetapi juga perkara hilangnya kapabilitas dan peluang hidup bermartabat, rentan, dan tak berdaya. Kemiskinan adalah kondisi tak terpenuhinya hak asasi. Karena itu, dalam mengatasi kemiskinan dengan perspektif HAM, kelompok miskin tak dipandang sebagai korban yang tak punya daya, tetapi sebagai subyek hukum sekaligus aktor yang memiliki hak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.

Indikator (kemiskinan) itu sendiri pada dasarnya memiliki peran sebagai penunjuk arah kebijakan yang perlu diambil pemerintah untuk mengatasi kemiskinan. Dengan memilih indikator yang jauh dari norma hak asasi, pemerintah membatasi kebijakannya sekadar untuk mengatasi kemiskinan absolut dan bukan untuk menjalankan hak ekonomi, sosial, budaya.

Potret pelanggaran hak ekonomi, sosial, budaya tak berbeda jauh dari tahun-tahun sebelumnya. Melambungnya harga bahan kebutuhan pokok melatarbelakangi serangkaian kematian warga miskin pada awal 2011 akibat kegagalan memenuhi kebutuhan dasar pangan. Rentan pangan dan gizi warga tampak dari fakta: dari 33 provinsi, hanya 8 provinsi yang memiliki prevalensi penderita masalah gizi di bawah 15 persen. Mayoritas provinsi masih di atas 20 persen. Angka penderita gizi kronis secara nasional masih sangat tinggi: 35,6 persen.

Meski prevalensi anak balita penderita masalah gizi dinyatakan terus menurun, pemerintah sendiri menilai penurunan itu tak signifikan. Soalnya, komitmen pemerintah membiayai pelayanan kesehatan masih sangat rendah, terlihat dari pos anggaran untuk kesehatan yang kurang dari 2 persen dan menurunnya kegiatan posyandu hingga 40 persen. Selain itu, masih ada problem terkait akurasi data kesehatan dan gizi, termasuk angka kematian ibu.

Rawan pangan

Di tengah ancaman rawan pangan, para petani selaku produsen pangan utama masih dihadapkan pada konflik agraria. Empat bulan pertama tahun 2011 konflik agraria membuat 11 petani kehilangan nyawa, puluhan petani terluka, ratusan rumah dan tanaman rusak.

Belum lagi peningkatan lahan kritis yang mencapai 2,8 juta hektar per tahun dan alih fungsi lahan yang tak dikendalikan. Tak heran, ketika angka kemiskinan dinyatakan kian turun, orang miskin di pedesaan justru meningkat dari 63,35 persen (2009) menjadi 64,23 persen (2010).

Di sektor lingkungan hidup, kajian Badan Nasional Penanggulangan Bencana tahun 2011 menunjukkan ada tren peningkatan bencana di Indonesia, dari 190 kejadian (2002) menjadi 930 kejadian (2010). Peningkatan ini tak terlepas dari status Indonesia sebagai negara dengan daya rusak hutan tercepat di dunia. Dari 180 juta hektar hutan yang ada di Indonesia, tinggal 23 persen saja atau 43 juta hektar yang masih terbebas dari rusak.

Di sektor perburuhan, pemerintah gagal mewujudkan perlindungan bagi pekerja rumah tangga, baik di dalam maupun di luar negeri. Rendahnya kualitas perlindungan terlihat dari fakta bahwa dalam satu tahun terakhir, 100 TKI meninggal di Arab Saudi tanpa pembelaan. Sementara itu, Migrant Care mencatat tahun 2009 sedikitnya 1.018 TKI meninggal di luar negeri dan tahun 2010 jumlahnya meningkat menjadi 1.075 orang. RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, revisi UU Penempatan dan Perlindungan TKI, dan janji ratifikasi konvensi perlindungan pekerja migran belum jelas nasibnya.

Di bidang pendidikan, akhir 2011 ditandai oleh ambruknya sejumlah bangunan sekolah di daerah dan kota-kota besar. Meski Presiden SBY berjanji perbaikan bangunan sekolah rusak akan selesai pada 2008, kenyataannya masih terdapat 20,97 persen bangunan SD dan 20,06 persen bangunan SMP rusak.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com