Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontras: Tak Ada "Water Canon" Polisi saat Insiden Bima

Kompas.com - 26/12/2011, 13:57 WIB
Ary Wibowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menyesalkan langkah aparat kepolisian dalam menangani bentrokan pengunjuk rasa di Pelabuhan Sape, Bima, Nusa Tenggara Barat. Koordinator Kontras menilai, polisi telah menyalahi prosedur tetap (protap) kepolisian dalam kasus tersebut.

"Dalam kasus ini jelas terlihat bagaimana Polisi tidak melengkapi diri untuk membubarkan massa. Tidak ada water canon, tidak menggunakan gas airmata, yang ada ancaman dan senjata," ujar Haris Azhar, Koordinator Kontras, kepada Kompas.com di Jakarta, Senin (26/12/2011).

Bentrok di Bima berawal dari upaya aparat keamanan membubarkan aksi unjuk rasa warga yang memblokade ruas jalan menuju Pelabuhan Sape, Bima, Sabtu (24/12/2011) lalu. Akibatnya, terjadi bentrokan dan menyebabkan dua orang tewas serta pengunjuk rasa lainnya luka-luka.

Keduanya tewas setelah diterjang peluru yang diyakini berasal dari pihak aparat keamanan yang terdiri dari 250 personel Polres Kota Bima, 60 personel gabungan intel dan Bareskrim, serta 60 personel Brimob Polda NTB. Korban bersama puluhan pengunjuk rasa lainnya, menutup jalur lalu lintas ke Pelabuhan Sape sejak 20 Desember 2011.

Menurut Haris, dengan adanya peristiwa penembakan tersebut semakin menggambarkan, bahwa polisi khususnya Brimob adalah institusi paling bertanggungjawab atas sengketa-sengketa lahan di berbagai daerah Indonesia. Semua tentangan rakyat, kata Haris, selalu dihadapi oleh polisi dan militer dengan kekuatan senjata, yang seolah-olah rakyat adalah musuh negara.

"Dan menurut kita, Kapolda, Gubernur NTB, dan Bupati patut diseret ke pengadilan HAM. Begitu pun dengan Kapolri harus dievaluasi. Bahkan, kalau dia tahu malu, harusnya mengundurkan diri," tegas Haris.

Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Komisaris Besar Boy Rafli Amar di Jakarta, Minggu (25/12/2011) mengatakan, pembubaran unjuk rasa di pelabuhan Sape, sesuai dengan protap kepolisian. Pembubaran unjuk rasa dilakukan lantaran aksi itu telah sangat mengganggu kepentingan umum, karena massa telah memblokir kawasan pelabuhan sejak 19 Desember sehingga mengganggu perlintasan barang dan orang dari NTB ke NTT.

"Jika terdapat kesalahan prosedur dalam pelaksanaannya, maka akan dilakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap para petugas pelaksana dan penanggung jawab di lapangan," kata Boy.

Direktur Eksekutif Maarif Institute, Fajar Riza Ul Haq mengatakan, polisi terkesan tidak pernah mau belajar dari berbagai kasus kekerasan yang memakan korban nyawa masyarakat. Hal itu, menurut Fajar, jelas memperlihatkan kelumpuhan mekanisme birokrasi dan kematian nurani dari aparat kepolisian.

"Sulit memahami logika dengan mengatakan aksi polisi sebagai bentuk penegakkan hukum. Ingat, polisi bersenjata lengkap dalam menyikapi warga yang menyuarakan penentangannya terhadap operasi perusahaan tambang Sumber Mineral Nusantara. Hak warga untuk mengajukan keberatan," ujar Fajar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Soal Jatah Menteri Demokrat, AHY: Kami Pilih Tak Berikan Beban ke Pak Prabowo

    Soal Jatah Menteri Demokrat, AHY: Kami Pilih Tak Berikan Beban ke Pak Prabowo

    Nasional
    Prabowo: Saya Setiap Saat Siap untuk Komunikasi dengan Megawati

    Prabowo: Saya Setiap Saat Siap untuk Komunikasi dengan Megawati

    Nasional
    Tak Setuju Istilah Presidential Club, Prabowo: Enggak Usah Bikin Club, Minum Kopi Saja

    Tak Setuju Istilah Presidential Club, Prabowo: Enggak Usah Bikin Club, Minum Kopi Saja

    Nasional
    1.168 Narapidana Buddha Terima Remisi Khusus Waisak 2024

    1.168 Narapidana Buddha Terima Remisi Khusus Waisak 2024

    Nasional
    Menteri AHY Usulkan Pembentukan Badan Air Nasional pada WWF 2024

    Menteri AHY Usulkan Pembentukan Badan Air Nasional pada WWF 2024

    Nasional
    Hormati Jika PDI-P Pilih di Luar Pemerintahan, Prabowo: Kita Tetap Bersahabat

    Hormati Jika PDI-P Pilih di Luar Pemerintahan, Prabowo: Kita Tetap Bersahabat

    Nasional
    Setiap Hari, 100-an Jemaah Haji Tersasar di Madinah

    Setiap Hari, 100-an Jemaah Haji Tersasar di Madinah

    Nasional
    PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

    PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

    Nasional
    KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan dalam Kasus TPPU SYL

    KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan dalam Kasus TPPU SYL

    Nasional
    Prabowo Koreksi Istilah 'Makan Siang Gratis': Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

    Prabowo Koreksi Istilah "Makan Siang Gratis": Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

    Nasional
    Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

    Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

    Nasional
    Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

    Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

    Nasional
    KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

    KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

    Nasional
    Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

    Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

    Nasional
    Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

    Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com