Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aksi Jahit Mulut Demi Harta Warisan yang Terenggut

Kompas.com - 03/01/2012, 01:22 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com -- Tak ada perjuangan yang sia-sia. Keyakinan inilah yang dipegang teguh oleh Purwati (47) dan Yahya (57), pasangan suami istri warga Desa Lukit, Pulau Padang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau yang melakukan aksi jahit mulut di depan gedung DPR/MPR.

Mereka datang bersama 82 warga lainnya dengan tujuan menuntut agar Kementrian Kehutanan mencabut SK Nomor 327/Menhut Tahun 2009 tentang izin operasional HTI atas perusahaan Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP). Dari jumlah warga tersebut, 28 di antaranya melakukan aksi jahit mulut.

Saat ditemui Kompas.com, Senin (2/12/2012), di tenda seadanya yang selama 18 hari ini menjadi rumahnya di Jakarta, Purwati mengisahkan alasannya mengapa sampai hari ini, ia bersama suaminya masih bertahan menggelar aksi demonya di Gedung DPR/MPR. "Kami di kampung punya empat hektar kebun sawit, empat hektar kebun karet dan satu  hektar kebun sagu, semuanya tanah warisan leluhur. Dari situ awak dapat sekitar Rp  600 ribu sampai Rp 800 ribu per bulan. Gara-gara inilah kita mau perjuangkan hak kita," ujarnya.

Menurut Purwati, harta warisan itulah kini telah diserobot PT RAPP  menyusul adanya SK Nomor 327/Menhut Tahun 2009 yang ditandatangani MS Kaban. Lewat SK inilah izin operasional hutan tanaman industri (HTI) PT RAPP memiliki kewenangan untuk mengubah hutan dan perkebunan milik warga menjadi hutan akasia untuk kebutuhan industri. Selain penyerobotan lahan warga, SK HTI ini juga dikawatirkan akan berpengaruh besar terhadap kondisi lingkungan lahan gambut di salah satu pulau kecil terluar RI tersebut.

Kekhawatiran masyarakat akan kehilangan warisan mereka membawa Purwati dan warga lainnya berada di Jakarta. "Nanti bagaimana masa depan anak cucu awak kalau lahan diambil perusahaan," ujarnya.

Menggelar aksi jahit mulut, kata Purwati, yang akhirnya melepas jahitannya karena telah ada kesepakatan dengan Kementrian Kehutanan untuk menyurati Bupati Meranti agar mencabut SK tersebut, adalah bentuk perjuangan menuntut hak mereka. 

Selama berjuang di Jakarta, dia dan suaminya mengaku kerap dilanda rasa rindu kepada kelima anak mereka, terutama putrinya yang masih duduk di kelas 1 MTS, Nurhikmatun (12), dan Kurnia Romadhon (15) yang duduk di kelas satu SMA. Sementara tiga anak lainnya telah berkeluarga dan tinggal terpisah dengan dirinya. "Awak kangen sekali. Kalau lihat orang lain bawa anak tambah kangen kita. Sampai nggak bisa tidur kangen anak," ujarnya.

Selama menggelar aksinya, hubungan  komunikasi dengan anak-anak mereka hanya bisa dilakukan dengan memanfaatkan fasilitas sms. "Selama jahit mulut kan kita nggak bisa banyak cakap, jadi hanya sms saja, lumayanlah," tambahnya.

Jika Purwati dan sejumlah warga memilih menghentikan aksi jahit mulut, namun tidak dengan suaminya. Benang hitam masih mengunci bibir Yahya. Saat hendak dilepaskan, dia justru menolak melepas jahitan di mulutnya sebelum tuntutan warga sepenuhnya dikabulkan.

"Sebenarnya kasihan ngelihat bapak begini, awak sebenarnya tetap mau jahit mulut, tapi karena ada penyakit jadi terpaksa lepas," ujar Purwati sembari memijat kaki suaminya itu.

Yahya hanya bisa terbaring lemah di atas kasur tipis ditemani oleh Purwati yang sesekali memberikan susu dan roti kepada suaminya. "Harapannya supaya semua cepat selesai, supaya cepat pulang. Itulah harapan kita, kami yakin nggak ada yang sia-sia kok," ujarnya.

Purwati dengan warga lain bertekad untuk melakukan aksi jahit mulut kembali jika permasalahan haknya tak kunjung berbuah hasil.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Nasional
Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Nasional
Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Nasional
Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Nasional
Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Nasional
Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Nasional
Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Nasional
Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Nasional
Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Nasional
Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Nasional
Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Nasional
Bawaslu Akui Kesulitan Awasi 'Serangan Fajar', Ini Sebabnya

Bawaslu Akui Kesulitan Awasi "Serangan Fajar", Ini Sebabnya

Nasional
Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com