Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jatuh dari Atap KRL, Tewas Mengenaskan

Kompas.com - 05/01/2012, 03:19 WIB

Hariyadi, pria kelahiran Jakarta, 11 Juni 1980, tewas dengan kepala pecah dan kaki kanan putus. Ia terjatuh dari atap kereta rel listrik (KRL) ekonomi yang ditumpanginya, Rabu (4/1) pukul 07.30. Lokasi kejadian berada di Kampung Bulak RT 9 RW 12, Klender, Duren Sawit, Jakarta Timur, persisnya di antara Stasiun Buaran dan Stasiun Klender. Lokasi itu hanya berjarak sekitar 1 kilometer dari rumah Hariyanto, kakaknya.

Saat kejadian, putra bungsu pasangan Sahari dan Kholifah itu mengenakan kemeja lengan panjang putih bermotif garis-garis ungu dan celana panjang jins biru serta tidak beralas kaki.

”Keponakan saya mungkin dalam perjalanan pulang,” kata Satimah, adik Kholifah, di kediaman Hariyanto.

Kematian Hariyadi dikabarkan oleh Hariyanto melalui telepon. Hariyanto yang bekerja sebagai pengojek sepeda motor mendapat kabar tentang kematian Hariyadi setelah rumahnya didatangi petugas kepolisian.

”Mungkin ada warga yang ikut melihat dan mengenali jenazah Hariyadi, kemudian membantu petugas dengan menunjukkan rumah ini,” kata Satimah.

Hariyadi diyakini naik KRL ekonomi dari Stasiun Bekasi tujuan Stasiun Jakarta Kota untuk pulang setelah mengunjungi temannya di Kota Bekasi.

Tiga hari sebelumnya, Hariyadi tidak pulang ke rumah Hariyanto yang menjadi tempat tinggalnya selama ini.

Namun, Satimah menuturkan, seorang tetangga sempat melihat Hariyadi berdiri di tepi Jalan I Gusti Ngurah Rai, yang lokasinya dekat dengan tempat kejadian, pada Selasa sore. Saat itu, ia tampak seperti orang kebingungan.

”Saya tidak yakin apakah Selasa itu Hariyadi sempat pulang atau tidak, tetapi saya cukup yakin dia pergi ke rumah teman,” katanya.

Hariyadi, menganggur setelah terkena pemutusan hubungan kerja dari pabrik plastik di Serang, Banten, setahun lalu. Ia duduk di atap diduga karena KRL ekonomi penuh sesak oleh penumpang.

”Saya tidak tahu penyebab Hariyadi terjatuh dari atap KRL yang sedang berjalan. Mungkin terpeleset, jatuh, dan terlindas,” kata Satimah dengan nada sedih, tetapi berupaya tegar.

Ajun Inspektur Satu Sukirman, petugas Satuan Lalu Lintas Wilayah Jakarta Timur, di lokasi kejadian, menduga peristiwa jatuhnya Hariyadi merupakan kecelakaan.

Nekat

Tewasnya penumpang yang duduk di atap KRL sudah sering terjadi. Meski larangan untuk duduk di atap KRL dan operasi untuk menurunkan penumpang yang duduk di atap KRL berulang kali dilakukan petugas keamanan kereta, penumpang yang nekat duduk di atap KRL masih cukup banyak.

Pemandangan penumpang yang nekat duduk di atap KRL ekonomi sudah terjadi sejak puluhan tahun lalu. Kondisinya terjadi terutama saat jam orang berangkat kerja pada pagi hari atau saat orang pulang kerja pada sore hari.

Hingga kini masih saja ada penumpang yang nekat duduk di atap KRL kendati ada ruang di gerbong.

Candra, penjaga toko di Glodok, Jakarta Barat, mengaku pernah menjadi penumpang setia KRL ekonomi dan selalu duduk di atap. ”Saya lama jadi ataper (julukan untuk penumpang di atap KRL) karena ramai orang duduk di atap,” kata Candra yang sudah menjadi penumpang KRL sejak 15 tahun silam.

Kendati merasa nyaman duduk di atap KRL, Candra mengatakan, selama lima tahun terakhir memilih masuk ke kabin penumpang. Menurut dia, kondisi di kabin KRL ekonomi sumpek dan sesak.

Pengakuan senada diutarakan Mardani yang tinggal di Cilebut, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, dan bekerja di Glodok. Ia juga seorang ataper. ”Kalau mau masuk gerbong, pasti bisa,” ujarnya.

Kini, Mardani dan Candra telah bertobat. Mereka aktif menyosialisasikan agar penumpang tidak lagi duduk di atap KRL.

Selain mengajak penumpang lain untuk tidak naik ke atap KRL, mereka juga berharap pemerintah dapat menambah jumlah rangkaian KRL. Penambahan rangkaian KRL akan mengurangi kepadatan penumpang di dalam KRL, terutama pada jam sibuk. Pasalnya, kesumpekan inilah yang sering kali mendorong penumpang nekat duduk di atap KRL. (BRO/ART)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com