Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bandul Beton Diuji Coba

Kompas.com - 18/01/2012, 04:07 WIB

Jakarta, Kompas - PT Kereta Api Indonesia Daerah Operasi I memasang gawang bandul bola dari beton di jalur kereta Bekasi untuk menghalangi penumpang yang duduk di atap. Hal ini seharusnya diupayakan terpadu, termasuk menyediakan sarana transportasi yang banyak dan terjangkau.

Gawang bandul bola itu dipasang di jalur kereta Bekasi sekitar Kilometer 27.100, Bekasi Timur, Kota Bekasi, Jawa Barat. Gawang bandul bola itu dipasang melintang di jalur kereta antara Stasiun Besar Bekasi dan pos pelintasan kereta Jalan H Agus Salim di sekitar kawasan Pasar Proyek Bekasi Timur.

Panjang gawang 12,5 meter dengan tinggi palang 5 meter. Pada gawang itu dipasang 24 bandul bola berdiameter sekitar 10 sentimeter. Jarak antara bandul bola dan atap kereta sekitar 25 cm.

Kepala Humas PT Kereta Api Indonesia (KAI) Daop I Mateta Rijalulhaq berharap penumpang tidak berada lagi di atap kereta.

”Kalau penumpang masih memaksa duduk di atap, risikonya kepala benjol,” kata Mateta di Stasiun Besar Bekasi.

Menurut dia, penghalang serupa akan dipasang di dua lokasi lain, yaitu di jalur kereta wilayah Tambun dan Cikarang, Kabupaten Bekasi. Keberadaan penghalang ini akan diberitahukan kepada penumpang ketika kereta berhenti di stasiun.

”Mendekati gawang, kereta akan dilambatkan dan penumpang akan diperingatkan kembali,” ujarnya.

Pemasangan penghalang ini, lanjutnya, merupakan upaya PT KAI memperingatkan setiap penumpang agar mematuhi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian. Penumpang yang duduk di atap juga mengancam keselamatan perjalanan kereta dan penumpang.

Penjaga pos pelintasan Jalan H Agus Salim, Saprudin, mengatakan, penumpang terpantau ramai duduk di atap kereta ekonomi lokal sekitar pukul 06.15 dan pukul 18.15.

”Kalau pagi hari, kereta lokal dari Purwakarta atau Karawang ke Jakarta. Kalau sore, dari arah Jakarta,” tutur Agus.

Kementerian Perhubungan

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia memastikan akan memanggil Kementerian Perhubungan (Kemhub) jika ada demonstrasi, perusakan, atau jatuh korban akibat pemasangan bandul bola ini.

”Penyediaan transportasi umum yang aman dan nyaman itu tanggung jawab pemerintah,” ungkap komisioner Komnas HAM, Syafruddin Ngulma Simeulue, dalam pertemuan dengan PT KAI, PT KAI Commuter Jabodetabek, dan Ditjen Perkeretaapian Kemhub membahas soal penumpang di atap kereta, kemarin.

Menurut Syafruddin, salah satu penyebab penumpang duduk di atap kereta adalah kereta sudah terlalu penuh. Kereta juga menjadi moda angkutan andalan karena tarifnya murah dan waktu tempuhnya cepat. Tarif KRL ekonomi lintas Bogor, contohnya, Rp 2.000. Adapun tarif bus dari Bogor ke Jakarta Rp 10.000.

Sementara itu, pemerintah tidak pernah menambah armada KRL ekonomi. Kereta yang digunakan sekarang sudah berumur lebih dari 40 tahun.

Pemerintah seharusnya memiliki skema penyediaan moda angkutan kereta dan angkutan lain sehingga orang punya pilihan jika tidak bisa terangkut dengan kereta.

Polisi juga tidak bisa membiarkan penumpang di atap karena membahayakan keselamatan penumpang.

Kepala PT KAI Daop I Purnomo Radiq mengatakan, pihaknya sudah melakukan sejumlah langkah untuk mengatasi persoalan penumpang di atap, seperti pemasangan pintu koboi, penertiban oleh petugas, penyemprotan cairan ke arah penumpang, dan sidang di tempat. Namun, upaya itu tidak membuat semua penumpang jera duduk di atap.

”Sebenarnya tugas penertiban ada di tangan kepolisian dan Kemhub. Namun, karena tidak ada yang bergerak, kami harus turun tangan karena penertiban penumpang di atap ini diamanatkan DPR,” kata Purnomo.

Dia menyebutkan, saat ini ada 12 set KRL ekonomi. Sementara public service obligation (PSO) yang diberikan hanya 70 persen dari jumlah tempat duduk. Tahun lalu, PSO KRL ekonomi Rp 185 miliar.

M Nurcholis dari Ditjen Perkeretaapian tidak bisa menjelaskan langkah Kemhub menghadapi penumpang di atap.

Terpisah, Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tulus Abadi menyatakan, pemasangan penghalang ini bukan langkah tepat. ”Itu mencegah kecelakaan dengan upaya yang mencelakakan,” katanya.

Menurut Tulus, akar persoalan penumpang naik ke atap adalah kapasitas kereta tidak sebanding dengan jumlah penumpang sehingga ada yang tidak mendapat tempat di kereta. ”Solusinya, kereta harus ditambah, terutama pada jam padat. PT KAI juga harus membenahi pelayanan,” ujarnya. (COK/ART)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com