JAKARTA, KOMPAS.com — Manajer Pemasaran PT Duta Graha Indah, Mohamad El Idris, mengaku telah memberikan fee senilai Rp 4,6 miliar kepada Muhammad Nazaruddin terkait proyek wisma atlet SEA Games sekitar Februari 2011. Selang beberapa bulan setelah pemberian fee tersebut, Idris bersama Direktur Utama PT DGI, Dudung Purwadi, membahas rencana pembangunan kantor DPP Partai Demokrat dengan Nazaruddin.
Pembahasan itu berlangsung dalam suatu pertemuan di lantai 6 kantor Grup Permai di Tower Permai, Mampang, Jakarta Selatan, sekitar Juli 2010. Saat itu Nazaruddin telah menjadi anggota DPR. Hadir pula dalam pertemuan itu Mindo Rosalina Manulang, anak buah Nazaruddin.
"Pertemuannya enggak lama, lima menit," kata Idris saat bersaksi bagi Nazaruddin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (18/1/2012).
Menurut Idris, pembahasan yang terjadi dalam pertemuan tersebut berkisar rencana Partai Demokrat membangun kantor DPP, juga seputar proyek-proyek lainnya.
"Waktu itu denger-denger yang menangani Pak Nazar. Yang tangani pembangunan itu," katanya. Namun, setelah pertemuan itu, tutur Idris, tidak ada lagi pertemuan lanjutan antara dirinya dan Nazaruddin yang membahas pembangunan kantor Demokrat tersebut.
Terkait fee proyek wisma atlet ini, Idris mengaku telah merealisasikan pemberian fee senilai Rp 4,3 miliar dalam bentuk cek yang diberikannya ke Nazaruddin melalui Yulianis dan Oktarina Furi, bagian keuangan Grup Permai. Fee tersebut merupakan 13 persen dari uang muka wisma atlet senilai Rp 20 miliar. Di samping cek, Idris juga memberikan uang tambahan Rp 300 juta. Dalam kasus ini, Idris divonis dua tahun penjara karena terbukti memberikan fee terkait pemenangan PT DGI sebagai pelaksana proyek wisma atlet.
Seusai persidangan, Nazaruddin mengatakan bahwa anggaran pembangunan kantor DPP Partai Demokrat mencapai Rp 60 miliar. Soal detailnya, kata Nazar, Anas Urbaningrum yang paling mengetahui. "Yang lebih tahu Ketum (Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum)," ucap Nazaruddin.
Semula, kantor DPP Partai Demokrat itu akan dibangun di kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. "Karena memang tanahnya sudah punya Demokrat," kata Nazaruddin. Namun, rencana itu batal. "Memang waktu itu diputuskan enggak jadi, itu makanya dipindah yang ke Semarang itu," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.