Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MRT Layang Tetap Berjalan

Kompas.com - 18/02/2012, 03:19 WIB

Jakarta, Kompas - Rencana pembangunan mass rapid transit layang yang bakal melewati Jalan Fatmawati, Jakarta Selatan, tetap berjalan. Desain konstruksi MRT tidak akan diubah walaupun ada warga yang keberatan dengan desain itu.

Apalagi, desain itu sudah melewati rangkaian studi yang komprehensif dengan melibatkan pakar, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.

”Desain MRT tidak sembarangan dibuat, melainkan penuh perhitungan dan sudah ada analisis dampak lingkungannya. Selain itu, desain ini juga sudah disetujui Japan International Cooperation Agency (JICA) sebagai pemberi pinjaman,” kata Cucu Ahmad Kurnia, Kepala Bidang Informasi Publik Dinas Komunikasi, Informatika, dan Kehumasan di Jakarta, Jumat (17/2).

”Jalur Lebak Bulus-Sisingamangaraja tidak bisa diganti menjadi di bawah tanah. Pembuatan jalur bawah tanah membutuhkan ruang kerja yang lebih luas sehingga akan banyak jalan dan kawasan yang harus ditutup. Sementara kalau jalur jalan, keempat jalur di Jalan Fatmawati dan Jalan Panglima Polim masih bisa dipakai,” jelas Cucu.

Tulus Abadi dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyatakan, Pemprov DKI Jakarta dipastikan telah memiliki kajian profesional terkait rencana pembangunan MRT layang di Fatmawati.

”Yang saya lihat, permasalahannya adalah tidak ada atau kurangnya sosialisasi pemerintah kepada masyarakat, khususnya masyarakat yang akan terkena dampak langsung pembangunan. Ini masalah klasik, pemerintah selalu saja menekankan aspek teknis, tetapi kurang melihat aspek sosial dan kultural masyarakat,” kata Tulus.

Tulus menambahkan, saat ini, Jakarta amat membutuhkan angkutan massal dan program ini tidak boleh ditunda-tunda lagi. Akan tetapi, pemerintah memang harus melakukan pendekatan dan kampanye lebih luas serta mendalam untuk menanamkan urgensi keberadaan angkutan massal.

Urgensi MRT

Beberapa ahli transportasi dan tata kota, seperti Kepala Laboratorium Transportasi Universitas Indonesia Ellen SW Tangkudung, Ketua Jurusan Perencanaan Kota dan Real Estat Universitas Tarumanegara Suryono Herlambang, dan arsitektur lanskap Nirwono Joga, menegaskan, melihat perkembangan Jakarta dan kota-kota sekitarnya saat ini, pembangunan transportasi massal sebenarnya tidak bisa terfokus di Jakarta saja.

”Transportasi massal, khususnya jaringan kereta api ataupun MRT, justru amat dibutuhkan untuk menghubungkan kawasan pinggiran menuju ke pusat kota Jakarta,” kata Suryono.

Dengan adanya fasilitas transportasi massal, diharapkan penggunaan kendaraan pribadi dari kawasan permukiman di pinggiran menuju ke Jakarta dapat dikurangi. Kemacetan dan segala masalah lalu lintas yang terus membebani Jabodetabek selama sedikitnya 15 tahun terakhir dapat diatasi.

Sementara itu, MRT yang akan dibangun DKI, khususnya tahap awal dari Lebak Bulus-Fatmawati-Jalan Sudirman-Bundaran Hotel Indonesia sepanjang 15,2 kilometer, dianggap belum bisa menjawab permasalahan transportasi dan lalu lintas di Jabodetabek.

Sebelumnya, seperti termuat di Kompas.com 19 Januari 2012, Kepala Humas PT MRT Jakarta Mapalagupta Sitorus mengatakan, penentuan letak jalur ini sudah berdasarkan kajian mendalam dan panjang yang dilakukan pemerintah bersama JICA selaku pemberi pinjaman.

Penentuan jalur Lebak Bulus-Sisingamangaraja itu memakai jalur layang karena beberapa sebab. Pertama, membuat jalur bawah tanah jauh lebih mahal dibandingkan dengan jalur layang. Kedua, secara teknis jika jalur itu dibuat terowongan, warga di tepi jalur itu harus memindahkan fondasi bangunannya. Kondisi jalan Fatmawati-Panglima Polim sempit dan padat, tidak memungkinkan warga mengubah fondasi bangunan.

Demonstrasi

Kemarin, 50 orang mengendarai sedikitnya 20 mobil berkeliling kota menyerukan penolakan terhadap MRT layang.

Koordinator aksi, Ruli Daniel, mengatakan, warga di sekitar proyek MRT akan dirugikan secara ekonomi. ”Pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus kaji ulang program pembangunan MRT itu,” kata Ruli.

Data warga penentang MRT layang yang dipaparkan Sekretaris Umum Peduli MRT Cecep memperlihatkan, di sepanjang Jalan Fatmawati saja ada sekitar 2.000 tempat usaha. Selama pembangunan MRT yang direncanakan berlangsung mulai tahun 2012 hingga 5 tahun ke depan, warga khawatir ada gangguan pada usahanya.

”Hitungan kasarnya, potensi kerugian selama 5 tahun yang ditanggung warga dan akan berimbas ke perekonomian Jakarta, bahkan nasional, bisa mencapai Rp 40 triliun,” kata Cecep.

Di sisi lain, menurut Cecep, estetika kota juga akan terganggu ketika sebuah jalan sempit yang saat ini sudah langganan macet tiba-tiba ditambah dengan tiang-tiang penyangga rel layang MRT.

Ruli menambahkan, sejak November 2009 hingga awal 2012 ini, hanya ada beberapa kali sosialisasi terkait proyek MRT. Sosialisasi pun lebih mirip pemberitahuan, bukan dialog terbuka antara pemerintah dan warga. (NEL/ARN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com