Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Zat Kimia Itu Diduga Asam Sulfat Pekat

Kompas.com - 02/04/2012, 03:31 WIB

Depok, Kompas - Zat kimia yang ditemukan dalam demonstrasi penolakan kenaikan harga bahan bakar minyak, akhir pekan lalu, di Jakarta, diduga asam sulfat pekat (H2SO4). Hal ini terlihat dari ciri-ciri korban luka dan sisa cairan yang mengering.

Penggunaan zat kimia ini dapat melukai siapa saja yang berada di area demonstrasi, baik aparat, peliput aksi, maupun demonstran.

Zat asam itu mudah dikenali dari mereka yang luka serta cairan yang tersisa.

”Saya yakin itu asam sulfat pekat. Zat ini sangat berbahaya jika disalahgunakan,” kata Sunardi MSi, Kepala Laboratorium Afiliasi Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia (UI), Minggu (1/4).

Asam sulfat, katanya, sering dipakai untuk keperluan terbatas, misalnya penelitian ilmiah atau industri. Meski tidak bisa dipakai sembarangan, asam sulfat dijual bebas di pasaran.

”Semua orang dapat membeli di toko-toko kimia. Sementara jika disalahgunakan dapat menyebabkan luka bakar yang ditandai dengan kulit melepuh. Penanganan pada orang yang terkena seperti menangani orang yang menderita luka bakar,” papar Sunardi.

Dia menuturkan, ketika orang terkena asam sulfat, sebaiknya bagian yang terkena lekas disiram atau dibasuh air. Tujuannya untuk menetralisasi reaksi sehingga tidak terjadi dampak yang lebih buruk.

Adapun untuk mencegah luka karena penggunaan asam sulfat pekat, sebaiknya gunakan pakaian atau perlengkapan berbahan plastik. Aparat atau siapa saja yang berada di lapangan dapat menyediakan air dan pakaian berbahan plastik.

”Pakaian yang saya maksud itu bisa juga berupa jas hujan,” ujarnya.

Cuko para

Zulkifli, warga Palembang yang bekerja di Jakarta, meyakini hal serupa. Asam sulfat pekat di kampungnya sering dipakai orang saat berkelahi. Penggunaan dalam perkelahian ini sudah biasa, terutama di lingkungan perkebunan. ”Orang kami sering menamainya dengan istilah cuko para,” tuturnya.

Faldo Maldini, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UI, terkejut dengan adanya penggunaan zat kimia saat demonstrasi. Dia dan sejumlah rekannya di lokasi tidak tahu ada yang menggunakan zat kimia berbahaya.

”Kami berada di depan pagar DPR sampai siang. Setelah melihat ada tanda-tanda ricuh, kami masuk ke area dalam dan duduk di balkon. Kami tidak tahu ada yang menggunakan zat tersebut. Sejauh ini belum ada rekan kami yang terkena,” katanya.

Dia berpendapat, penggunaan zat kimia itu justru mengaburkan isu yang diusung demonstran. BEM UI menolak bentuk anarkisme saat demonstrasi berlangsung. ”Itu bukan cara kami. Kami tidak menggunakan cara anarkistis,” ujarnya.

Giono, Ketua Forum Buruh Depok, juga tidak tahu ada yang menggunakan zat kimia di area demonstrasi. Menurut dia, situasi ricuh pada Jumat malam lalu. Dia tidak dapat mengidentifikasi apa saja yang terlempar di udara saat demonstrasi, termasuk cairan yang membuat kulit melepuh. Dia merasakan pedas saat aparat menembakkan gas air mata kepada massa.

Belum ada laporan anggota forum buruh terluka karena zat kimia itu. Rata-rata pengunjuk rasa merasakan pedas di mata dari tembakan gas air mata.

Giono mengecam ada pihak yang mencoba memperkeruh situasi. Menurut dia, penggunaan zat kimia yang membahayakan itu aneh karena kepolisian saat itu tidak terlalu represif terhadap demonstran. Aksi dan orasi dapat dilakukan dengan bebas.

”Mengapa harus memakai zat kimia yang dapat melukai orang?” ujarnya.

Giono mendukung langkah kepolisian mengusut siapa yang menggunakan zat kimia tersebut. Siapa pun pelakunya harus bertanggung jawab. Saat ini, aspirasi buruh sudah dapat didengar dan situasi terkendali. Dengan demikian, cara anarkistis tidak perlu digunakan. ”Kami tidak pernah merencanakan aksi semacam itu,” katanya. (NDY)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com