Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Ahok dari Bagi Kartu Nama hingga "Mug"

Kompas.com - 22/04/2012, 06:29 WIB
Riana Afifah

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sudah menjadi kebiasaan dari Basuki Tjahaja Purnama membagikan kartu nama yang di dalamnya terdapat nomor telepon pribadinya.

Menurutnya, hal ini memberikan akses pada masyarakat untuk langsung berkomunikasi dengan pemimpinnya. Terlebih lagi untuk menyampaikan keluhan yang akan ditindaklanjuti dengan perbaikan.

"Biasanya saat kampanye, orang tahu mukanya dan kenal. Tapi saat sudah terpilih, mau menghubungi nggak bisa. Padahal yang penting kan masyarakat dapat menyampaikan keluhannya tentang masalah yang ada di daerahnya biar bisa cepat ditangani," kata Ahok, sapaan akrab Basuki Tjahaja Purnama, ketika berkunjung ke redaksi Kompas.com, Selasa (17/4/2012).

Ia pun menuturkan saat dirinya mulai terjun dalam bursa pemilihan legislatif maupun pemilihan kepala daerah, membagikan kartu nama menjadi pilihannya.

Menurutnya, hal ini merupakan sebuah terobosan di dunia politik. Karena masyarakat mendapat ruang langsung untuk mengadu pada pemimpinnya jika ada kinerja yang tidak beres dari aparat pemerintah.

"Waktu masih di Belitung, untuk sosialisasi saya hanya keliling sama sopir. Modalnya kartu cetak beberapa boks. Kalau untuk Jakarta ini, awal kami cetak 100.000 lembar. Selembarnya hanya Rp. 31 saja," ujar Ahok.

Sejauh ini, ia merasa langkah bagi kartu nama pada masyarakat ini cukup efektif. Bahkan untuk wilayah Jakarta, tidak hanya sekadar kartu nama saja tapi ia juga membagikan stiker yang di dalamnya tercantum nomor SMS Centre yang dapat melanjutkan pesan tersebut langsung ke nomor telepon pribadinya.

"Selama mereka mau terima itu efektif. Tapi kalau dibuang ya mau bilang apa. Untuk stiker, nanti juga jangan ditempelkan di mobil atau di luar karena akan habis kena matahari," jelas Ahok.

"Tapi ditempel di kaca atau di dalam rumah. Supaya kalau siapa tau terpilih Anda punya nomor telepon SMS gubernur dan wagub. Itu yang Anda butuhkan. Tentu kami jawab. Kemudian dengan begini Jakarta itu bersih dari stiker tapi tiap rumah dia punya," imbuhnya.

Kendati demikian, ia tidak menampik bahwa ada pihak lain yang kerap memanfaatkan kebiasaannya ini. Bahkan pernah kartu nama yang hendak dibagikan ke masyarakat justru dihamburkan begitu saja di jalanan oleh pihak lain.

"Pernah kejadian, saya temukan 10 boks dihamburkan di jalan di Belitung Timur. Jadi lawan (kompetitor), kirim orang minta kartu nama saya. Saya tahu karena orang yang mungut langsung telepon saya, kan nomor saya ada di situ," kisahnya.

"Dari situ saya belajar. Saya memang tidak bisa harapkan 100 persen orang pilih kami. tapi kalau bisa 50 persen saja kan sudah oke," lanjutnya.

Bagi-bagi mug

Ternyata selain kartu nama dan stiker, pria keturunan Tiong Hoa ini juga pernah menggunakan cara lain, yaitu membagikan mug (gelas keramik) kepada warga.

"Waktu di DPR saya ganti. Kan dapat uang reses Rp 100 juta lebih. Mau diapakan nih duit segitu, untuk makan juga nggak etika. Bagi-bagi duit dan sembako saya juga nggak suka. Saya cetakin aja mug DPR RI," tuturnya.

Mug berlogo DPR RI ini dibagikan pada orang-orang yang tinggal di kampung dan berasal dari kelas menengah ke bawah. Karena terkadang jika diberi kartu nama, seringkali kartu namanya justru hilang.

Sehingga mereka mengalami kesulitan jika sewaktu-waktu ingin menghubungi wakil rakyat. Terlebih lagi jika mereka ingin mengadukan sesuatu terkait dengan pelayanan publik atau kinerja pemerintahan.

"Kadang kalau dikasih kartu nama, taruh dompet kan bisa basah kehujanan. Nah, kadang juga kalau orang di kampung ini dikasih nomer (nomor telepon) terus dimasukkin dalam handphone, jadi kalau ganti handphone atau ganti nomer ya udah nomernya ilang. Mereka kan nggak peduli. Lupa bayar, ilang nomernya. Jadi ganti-ganti nomer. Ya sudah dibikinkan mug," tandasnya.

Berbagai cara ditempuh oleh pria kelahiran Manggar 45 tahun lalu ini agar dapat terus berkomunikasi dengan masyarakat secara langsung. Apalagi jika hal tersebut berkaitan langsung dengan masalah pemerintahan dan pelayanan publik yang dapat berimbas pada masyarakat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com