Banyuwangi, Kompas -
Di pelabuhan perikanan Muncar, Banyuwangi, sama sekali tak ada bongkar ikan. Para buruh yang biasanya sibuk mengangkut keranjang-keranjang ikan hanya terlihat duduk di warung pinggir pelabuhan. Sebagian nelayan memilih membersihkan kapal sekaligus memperbaiki jaring.
Gelombang tinggi dirasakan hingga Kamis (31/5) kemarin. Sugiarto (34), nelayan kapal ”Setia” mengatakan, di Selat Bali gelombang masih mencapai 2-3 meter. ”Kami sempat nekat melaut karena langit cerah pada Selasa, tapi baru sekitar 1 mil, kami putuskan untuk kembali karena angin kian kencang. Gelombang meninggi,” kata Sugiarto, yang memakai kapal ikan berbobot 20 gros ton.
Gelombang tinggi membuat beberapa kapal nelayan rusak. Kapal ”Sentosa” yang ditumpangi Agung (30), rusak di bagian lambung. Saat berada di tengah laut kapal terus terombang ambing dan tidak bisa menahan empasan gelombang. Kayu di lambung kapal pun pecah, dan Agung terpaksa kembali ke pelabuhan.
Tidak adanya kegiatan melaut membuat suplai ikan minim sejak tiga hari lalu. Sejumlah pengusaha kamar pendingin (cold storage) dan pengasinan mengaku kesulitan mencari ikan untuk disimpan atau diolah. Pembuatan ikan asin pun hampir lesu.
Maryam (41), pengusaha setempat, mengatakan, terakhir kali menerima suplai ikan dari nelayan pada Sabtu lalu, setelah itu harga ikan melambung. Ikan tongkol dari Rp 6.000 menjadi Rp 8.000 per kg. Ikan lemuru pun menjadi Rp 9.000 per kg.