Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Putaran Kedua Pilkada DKI Jakarta Dinilai Cacat Hukum

Kompas.com - 13/07/2012, 15:50 WIB
Aditya Revianur

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Hari Jumat (13/7/2012) ini tiga warga masyarakat Jakarta, yaitu Abdul Havid Permana, Mohammad Huda, dan Satrio Fauzia Damardjati, yang didampingi oleh kuasa hukumnya, Muhammad Sholeh, SH, mengajukan permohonan pengujian undang-undang ke Mahkamah Konstitusi (MK) tentang pasal yang mengatur Pilkada Gubernur DKI Jakarta dalam UU Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Perwakilan dari masyarakat Jakarta tersebut menilai bahwa undang-undang yang digunakan KPUD Jakarta untuk mengatur Pilkada DKI Jakarta tentang putaran kedua sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 11 ayat 2 UU No 29 Tahun 2007 tentang Pemerintah Provinsi DKI Jakarta (UU Pemprov DKI Jakarta) adalah cacat hukum dan bertolak belakang dengan UU No 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda).

"Secara hukum putaran kedua tidak ada. Jika 50 persen suara tidak terpenuhi, tetapi kalau ada calon yang dapat mencapai lebih dari 30 persen suara, maka menurut UU No 12 Tahun 2008 Pilkada (DKI Jakarta) sudah selesai. Pilkada dua putaran menurut Pasal 11 ayat 2 UU No 29 Tahun 2007 cacat hukum," ujar Muhammad Sholeh, kuasa hukum perwakilan masyarakat Jakarta, di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (13/7/2012).

Pengaturan pilkada pada dua undang-undang tersebut berbeda. UU Pemprov DKI Jakarta mengatur, pilkada harus dilangsungkan dalam dua putaran jika para calon tidak ada yang mendapatkan suara 50 persen plus satu. Sementara UU Pemda mengatur, batas kemenangan calon adalah perolehan suara di atas 30 persen.

Menurutnya, UU Pemprov DKI Jakarta tidak menyebut soal tahapan pilkada, tetapi hanya menyebut soa penetapan. Pada undang-undang itu, kata dia, hanya ada satu pasal yang mengatur soal pilkada, yaitu soal putaran kedua yang harus dilakukan jika para calon tidak ada yang memperoleh suara 50 persen plus satu.

Sholeh mengaku tidak sepakat terhadap pandangan yang menyebut bahwa UU Pemprov DKI bersifat khusus atas UU Pemda. Dengan demikian, atas dasar prinsip lex specialis derogat lex generalis, aturan tentang pilkada yang tercantum dalam UU Pemprov DKI Jakarta-lah yang berlaku. Prinsip hukum lex specialis derogat lex generalis berarti hukum yang bersifat khusus (lex specialis) mengesampingkan hukum yang bersifat umum (lex generalis).

"Karena dalam UU itu (UU Pemprov DKI Jakarta) hanya satu pasal (Pasal 11 UU 29 Tahun 2007) yang mengatur pilkada. Tapi kalau buat tata kelola pemerintahan ya memang iya karena jumlah pasal dalam UU tersebut memang ke arah sana. Tapi kalau pilkada tidak demikian. Seharusnya lex specialis derogat lex generalis adalah UU No 12 Tahun 2008 karena di seluruh Indonesia mengacu pada UU itu," tambahnya.

Sholeh berharap MK dapat segera memutus perkara ini karena menyangkut efisiensi anggaran. Atas perkara ini, ada dua yang diminta kepada MK, yaitu menyatakan bahwa UU Pemprov DKI Jakarta bertentangan dengan UUD 45 atau MK menetapkan, dalam soal pilkada yang berlaku adalah UU Pemda.

"Undang-undang yang khusus justru UU No 12 Tahun 2008, sehingga Pilkada DKI ya satu putaran karena kalau dua putaran maka melanggar UU No 12 tadi," tegasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

    Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

    Nasional
    Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

    Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

    Nasional
    Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

    Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

    Nasional
    Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

    Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

    Nasional
    Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

    Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

    Nasional
    Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

    Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

    Nasional
    7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

    7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

    Nasional
    Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

    Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

    Nasional
    Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

    Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

    Nasional
    Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

    Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

    Nasional
    BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

    BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

    Nasional
    Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

    Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

    Nasional
    Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

    Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

    Nasional
    Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

    Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com