Jakarta, Kompas -
Demikian mengemuka dalam diskusi ”Benarkah Indonesia Negara Gagal?” di Maarif Institute, Jakarta, Selasa (31/7). Pembicara dalam diskusi ini adalah peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Ahmad Najib Burhani, peneliti Center for Strategic and International Studies Philips J Vermonte, dan Juru Bicara Jemaat Islam Ahmadiyah Zafrullah A Pontoh.
Ahmad Najib mengungkapkan, perbedaan pendapat soal keagamaan sudah lama terjadi di Nusantara, bahkan sebelum Indonesia merdeka. Namun, belakangan ini beda keyakinan itu kerap disertai kekerasan, terutama terhadap kelompok minoritas. Contohnya, kasus kekerasan terhadap jemaat Ahmadiyah di beberapa daerah.
Pemerintah tak mampu menjamin perlindungan terhadap semua warga negara, termasuk kelompok minoritas. Dalam beberapa kasus, aparat keamanan justru kalah dengan tekanan kelompok-kelompok keagamaan tertentu. Alih-alih menegakkan hukum dan konstitusi yang menjamin hak hidup dan kebebasan berkeyakinan, pemerintah malah kerap ikut arus untuk menghakimi masalah teologi atau keyakinan.
”Kondisi ini membuat kelompok-kelompok minoritas sangat rentan menjadi korban kekerasan. Mereka dipaksa mengungsi, bahkan mencari suaka ke negara asing. Mereka sulit mendapat akses pendidikan, kesehatan, dan perekonomian,” katanya.
Philips menyebut, beberapa waktu belakangan, seperti tahun 2011, sebagai tahun yang berbahaya bagi kehidupan kelompok minoritas di Indonesia. Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 menyebutkan, negara bertugas melindungi segenap tumpah darah Indonesia. Ada jaminan kebebasan beragama dan berkeyakinan.
Namun kenyataannya, kekerasan terhadap kelompok minoritas terus berlangsung. Kelompok yang menjadi korban justru kerap disalahkan, bahkan dihukum. Sementara pelaku kekerasan tidak ditindak atau hanya dihukum ringan.
”Kasus-kasus kekerasan itu mencederai demokrasi, prinsip hak hidup, hak beragama, dan berkeyakinan, dan melanggar nilai-nilai kemanusiaan,” katanya.
Zafrullah berharap, jemaat Ahmadiyah mendapat perlindungan keamanan sebagai warga negara. Mereka berusaha menaati peraturan pemerintah. ”Kami adalah warga negara Indonesia, dan berharap dapat merasa aman dalam perlindungan Indonesia sebagai negara hukum,” katanya.