Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Partai Politik Kehilangan Pengaruh

Kompas.com - 18/08/2012, 06:07 WIB

Oleh JAMES LUHULIMA

Ketika hasil penghitungan cepat (quick count) Pemilihan Umum Kepala Daerah DKI Jakarta yang berlangsung 11 Juli 2012 memperlihatkan bahwa Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama meraih suara terbanyak (42,59 persen), banyak yang terkejut.

Bagaimana mungkin calon yang diusung oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra)— yang masing-masing dalam Pemilu Legislatif 2009 hanya menempati urutan ketiga (14.600.691 suara) dan kedelapan (4.646.406 suara) dalam perolehan suara—bisa menang?

Apalagi yang dikalahkan kedua pasangan itu adalah pasangan Fauzi Bowo (Gubernur DKI Jakarta) dan Nachrowi Ramli yang diusung oleh Partai Demokrat yang meraih suara terbanyak dalam Pemilu Legislatif 2009 (21.703.137 suara) dan partai-partai lain.

Itu belum semua. Alex Noerdin dan Nono Sampono yang diusung Partai Golkar, yang dalam Pemilu Legislatif 2009 menempati urutan kedua (15.037.757 suara), hanya meraih tempat kelima (4,74 persen). Perolehan ini bahkan di bawah pencapaian Faisal Basri dan Biem Benjamin, pasangan independen, yang meraih 5,07 persen.

Demikian juga Hidayat Nur Wahid dan Didik J Rachbini yang diusung Partai Keadilan Sejahtera (PKS), yang memiliki basis kuat di Jakarta dan sekitarnya, hanya meraih tempat ketiga dengan 11,40 persen. Hendardji Soepandji dan Ahmad Riza Patria, pasangan independen lain, menempati urutan keenam, urutan yang paling bawah.

Semula tak sedikit yang meragukan hasil penghitungan cepat itu dan berharap penghitungan manual yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta akan menunjukkan hasil berbeda.

Namun, ternyata keraguan itu tak berdasar. Hasil penghitungan KPU DKI Jakarta tidak jauh berbeda dari hasil penghitungan cepat. Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) meraih 1.847.157 suara (42,60 persen), Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli memperoleh 1.476.678 suara (30,05 persen), Hidayat Nur Wahid-Didik J Rachbini mendapatkan 508.113 suara (11,72 persen), Faisal Basri-Biem Benjamin mengumpulkan 215.935 suara (4,98 persen), Alex Noerdin-Nono Sampono meraih 202.643 suara (4,67 persen), serta Hendardji Soepandji-A Riza Patria mendapatkan 85.990 suara (1,98 persen).

Tercatat ada 2.356.998 orang (34 persen) yang dengan berbagai alasan tidak mengikuti putaran I Pilkada DKI Jakarta. Jumlah orang yang absen dalam putaran I Pilkada DKI Jakarta lebih banyak ketimbang orang yang memilih Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli.

Karena tidak ada yang mendapatkan suara lebih dari 50 persen, diadakan putaran II yang akan berlangsung pada 20 September. Dalam putaran II, hanya ada dua pasangan yang berhadapan, yakni Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama dan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli.

Mendukung Fauzi Bowo

Menuju putaran II, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), yang semula bersama Golkar berada di belakang Alex Noerdin-Nono Sampono, menyatakan akan mendukung Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli. Langkah PPP itu diikuti pula oleh Partai Golkar dan PKS.

Pertanyaannya adalah akankah dukungan ketiga partai kepada Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli itu akan membuat perolehan suara mereka meningkat atau bahkan mengungguli perolehan suara Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama?

Jika PPP dan Golkar yang mendukung Alex Noerdin-Nono Sampono dalam putaran I Pilkada DKI Jakarta hanya dapat meraih 202.643 suara, dapatkah kedua partai tersebut meraih lebih banyak suara untuk Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli pada putaran II?

Sulit untuk percaya bahwa Partai Golkar, yang dalam Pemilu Legislatif 2009 meraih 15.037.757 suara, hanya dapat meraih 202.643 suara di Jakarta. PKS dalam putaran I meraih 508.113 suara, pertanyaannya, dapatkah PKS memindahkan semua suara itu kepada pasangan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli? Itu semua masih harus ditunggu.

Daripada mengandalkan dukungan dari partai politik, lebih baik kedua pasangan calon gubernur DKI Jakarta itu berupaya mempertahankan dukungan dari orang-orang yang telah memberikan suara kepada mereka dalam putaran I sekaligus mengupayakan agar orang-orang yang absen dalam putaran I mau datang ke tempat pemungutan suara dan memberikan suara kepada mereka.

Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa dukungan dari partai politik dalam pemilu presiden atau kepala daerah tidaklah signifikan. Dalam Pemilu Presiden 2004, calon yang diusung Partai Golkar yang menempati urutan teratas dalam Pemilu Legislatif 2004 dikalahkan oleh Susilo Bambang Yudhoyono yang diusung Partai Demokrat. Padahal, dalam Pemilu Legislatif 2004, Partai Demokrat hanya berada di urutan kelima.

Hal yang sama terulang pada Pemilu Presiden 2009. Partai Golkar dalam Pemilu Legislatif 2009 menempati urutan kedua dengan 15.037.757 suara, tetapi calon yang diusungnya dalam Pemilu Presiden 2009 hanya memperoleh 1.847.958 suara.

Dalam Pemilu Legislatif 2009, Partai Demokrat menempati urutan teratas dan Susilo Bambang Yudhoyono yang diusungnya dalam Pemilu Presiden 2009 bisa meraih suara terbanyak. Namun, dalam putaran I Pilkada DKI Jakarta 2012, calon yang diusung Partai Demokrat kalah dari calon yang diusung PDI-P yang berada di urutan ketiga dan Partai Gerindra yang berada di urutan kedelapan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com