”Padahal, seperti Purwakarta di Jawa Barat itu kurang apa, ada daerah industri, penghasil listrik, dua waduk, potensi wisata besar, tetapi perkembangannya tidak pesat. Coba saja ada kerja sama dengan DKI, mungkin bakal tumbuh pusat ekonomi baru,” ucapnya.
Edy pun menilai, operasi yustisi kependudukan (OYK) yang digelar Pemprov DKI setiap pasca-Lebaran, alih-alih mengendalikan urbanisasi, malah menimbulkan diskriminasi penduduk.
”Penegakan hukum agar aturan kependudukan bisa diterapkan memang perlu dilakukan, tetapi harus dilakukan secara total, tidak hanya pasca-Lebaran. Sasarannya pun harus seluruh kelas ekonomi masyarakat, baik yang kaya berpendidikan maupun yang ekonomi lemah,” kata Edy.
Untuk itu, OYK juga perlu dilakukan dengan persiapan matang. Dengan wilayah seluas Jakarta, OYK tidak akan bisa merata menyeluruh dalam waktu singkat, seperti hanya dalam beberapa pekan pasca-Lebaran.
Pemerintah bisa memetakan wilayah dan melakukan penyisiran warga yang tidak tertib aturan kependudukan secara bergantian. Waktu yang dibutuhkan dapat satu tahun atau bahkan lebih.
Edy juga menegaskan, merujuk Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, warga negara Indonesia berhak berpindah tempat dan tidak boleh dilarang atau diusir di tempat baru. Namun, aturan dasar kependudukan, seperti membawa surat pindah, identitas lengkap, dan mengurus surat tinggal di tempat baru, wajib dilakukan.