Jakarta, Kompas
Dibutuhkan terobosan dari KPU DKI Jakarta untuk mengharuskan kedua pasang calon melaporkan penerimaan dan penggunaan dana kampanye mereka.
Peneliti Indonesia Corruption Watch, Apung Widadi, Kamis (30/8), memperkirakan, kampanye putaran kedua ini menyedot dana dua kali lebih besar dibandingkan putaran pertama.
”Kandidat dan penyumbang akan mati-matian memenangi pilkada ini. Kalau tidak ada keharusan melaporkan dana kampanye, tidak akan terkontrol penyumbang setiap kandidat, besaran sumbangan yang diberikan, serta penggunaan dana kampanye itu,” kata Apung.
Tanpa audit dana kampanye ini, ada potensi politik uang, mobilisasi massa, hingga kemungkinan kandidat membayar penyelenggara pilkada.
Apung berpendapat, jika dalam pilkada putaran pertama sudah ditemukan adanya penyumbang gelap tanpa identitas dan memberikan besaran dana di atas ketentuan, kecurangan ini sangat besar terulang di putaran kedua.
Dia berharap KPU DKI Jakarta membuat terobosan dengan mengeluarkan aturan dan menganggarkan dana untuk mengaudit dana kampanye kedua pasang calon. ”Kalau penyelenggara tidak responsif terhadap situasi yang sangat kritis di Jakarta, KPU Jakarta bisa disebut melakukan kecerobohan,” ujarnya.
Di sisi lain, audit dana kampanye juga bisa meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap kandidat yang berlaga di putaran kedua ini.
Anggota KPU DKI Jakarta, Suhartono, mengatakan, KPU DKI Jakarta tidak mewajibkan setiap pasangan calon memberikan laporan keuangan dana kampanye pada putaran kedua. Karena tidak ada kewajiban, tidak ada sanksi bagi kandidat yang tidak melaporkan dana kampanyenya.
”Bila pasangan calon melaporkan ke kami, kami tetap sampaikan laporan tersebut ke publik,” katanya.
Pelaksanaan kampanye putaran kedua dilakukan 14-16 September. KPU DKI Jakarta menyiapkan dua kali debat kandidat di dua stasiun televisi.
Untuk bentuk kampanye lain, Suhartono menyerahkan pengawasannya ke Panwas Pilkada Jakarta.
Ketua Panwas Pilkada Jakarta Ramdansyah mengatakan, pihaknya mengusulkan agar tetap ada pelaporan dana kampanye pasangan calon ke KPU DKI Jakarta pada putaran kedua ini.
Kebutuhan pelaporan ini, menurut Ramdansyah, penting karena ada kemungkinan setiap pasang calon mengeluarkan dana belanja iklan selama masa kampanye. Selain itu, pasangan calon diperkirakan akan mengadakan pertemuan terbatas dengan pendukungnya serta memasang atribut kampanye. Kegiatan ini membutuhkan dukungan keuangan sehingga dipastikan akan ada pemasukan dan pengeluaran dana kampanye.
Pada putaran kedua Pilkada DKI ini, Ramdansyah melihat masih ada kerawanan terkait pemakaian isu suku, agama, ras, dan antargolongan. Karena itu, panwas menyurati pemerintah provinsi untuk memasang alat peraga yang berisi infromasi tentang identitas resmi setiap pasang calon.