Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perluas Sanksi Tawuran

Kompas.com - 28/09/2012, 10:00 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Polisi berhasil menangkap pelajar yang terlibat tawuran dan akan menerapkan pasal berlapis sebagai efek jera. Namun, sanksi ini tidak cukup karena tawuran belum berhenti. Sanksi lebih meluas perlu dikenakan kepada semua pihak yang terlibat.

Ketua Satgas Perlindungan Anak Muhammad Ikhsan, Kamis (27/9), bahkan meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk mencanangkan hari berkabung nasional atas meninggalnya para pelajar akibat tawuran dan memerintahkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta kementerian terkait untuk mengambil langkah konkret mengatasi tawuran.

Orangtua siswa yang pernah terlibat tawuran diminta menyerahkan anak-anak mereka ikut program pembinaan. Program ini dikelola oleh para ahli sesuai dengan kebutuhan dan permasalahan anak. Setelah kembali dari pembinaan, dilanjutkan dengan program konseling sebaya atau peer group untuk mempertahankan hasil pembinaan.

”Anak atau orangtua yang tidak bersedia menyerahkan anaknya ikut pembinaan khusus, jika anak tersebut ikut tawuran, langsung ditangkap dan ditahan oleh kepolisian dengan dasar melakukan tindakan pidana. Ini pilihan yang cukup adil buat anak dan orangtua,” kata Ikhsan.

Pembunuh Alawy

Kemarin polisi telah menangkap FR, siswa kelas XII SMAN 70 Bulungan, Jakarta Selatan, tersangka pelaku tawuran dan penganiayaan yang menyebabkan tewasnya Alawy Yusianto Putra (15), siswa SMAN 6 Jakarta, Senin lalu.

FR ditangkap jajaran Kepolisian Resor Metro Jakarta Selatan, Kamis pukul 05.30, dalam pelariannya ke Yogyakarta, di salah satu kamar indekos di Condongcatur.

”FR melarikan diri ke Yogyakarta bersama kakaknya,” kata Kepala Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta Brigadir Jenderal (Pol) Sabar Rahardjo.

Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Rikwanto memastikan FR akan dijerat pasal berlapis. Polisi juga akan menolak permohonan penangguhan penahanan.

Menurut Rikwanto, hukum harus ditegakkan untuk memberikan efek jera. Penerapan pasal berlapis juga akan diterapkan kepada pelaku tawuran lainnya.

”Ada tiga pasal yang akan dipakai, Pasal 351 penganiayaan, Pasal 170 pengeroyokan, dan Pasal 338 pembunuhan,” ujarnya.

Polisi juga akan menelusuri siapa saja yang membantu pelarian FR. Kepala Polres Metro Jakarta Selatan Kombes Wahyu Hadiningrat mengatakan, FR diduga dibantu dua orang. ”Mereka bahkan berencana memindahkan FR lebih jauh dari Yogyakarta,” paparnya.

Pembunuh Deni

Polisi juga sudah menangkap GAW dan EP, dua di antara pelaku penganiayaan Deni Januar, siswa SMA Yayasan Karya 66. GAW adalah siswa kelas III SMK Satya Bhakti (KZ) dan EP adalah siswa kelas II di sekolah yang sama. GAW ditangkap di daerah Manggarai. EP ditangkap di Tebet, Jakarta Selatan.

Dalam aksinya, GAW berperan menakut-nakuti korban, sedangkan EP memukul korban menggunakan gesper.

Sementara itu, penyerangan terhadap tiga siswa SMK Mardhika oleh sejumlah siswa berseragam biru di kawasan Halim Perdanakusuma, Makasar, Jakarta Timur, belum terungkap.

Penyerangan itu menyebabkan salah satu dari tiga siswa itu, Susilo (15), mengalami luka sobek di pinggul belakang akibat kena sabetan benda tajam.

Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Jakarta Timur Ajun Komisaris Besar Dian Perry mengatakan tengah menyelidiki sejumlah siswa sekolah pelayaran di Jakarta Timur. ”Kami sedang menyelidiki,” katanya.

Tawuran belum berhenti

Kendati polisi sudah menangkap sejumlah pelaku, pemberian sanksi tidak cukup sampai di sini, tetapi perlu diperluas kepada semua pihak terkait. Pasalnya, tawuran sudah meluas dan sistemik.

Kemarin, 54 pelajar asal sejumlah SMK di Bogor juga diamankan aparat Polsek Sukmajaya, Depok, karena diduga hendak tawuran. Saat digeledah, ditemukan sejumlah senjata seperti sabuk dengan bandul gir.

Dari keterangan Kepala Polsek Sukmajaya Ajun Komisaris Fitria Mega, puluhan pelajar dari sejumlah sekolah di Bogor itu ditangkap di Jalan Bahagia Raya, tak jauh dari SMK Ganesha Abadijaya, Sukmajaya. Mereka berasal dari SMK Mekanika, SMK Yappis, dan SMK Yatek.

Dari keterangan Kepala Unit Reskrim Polsek Sukmajaya, puluhan siswa itu diduga hendak membantu pelajar SMK Ganesha yang akan menyerang sekolah lain.

Tawuran juga terjadi di Jalan Merdeka, Depok, sekitar pukul 15.00. Namun, para pelajar yang tidak diketahui asal sekolahnya itu langsung kocar-kacir saat warga, polisi, dan anggota TNI mengusir mereka. Tidak ada korban dalam peristiwa ini.

Titik rawan

Polda Metro Jaya juga melansir titik-titik rawan tawuran pelajar di wilayah Jakarta, Depok, Tangerang, dan Bekasi.

Ironinya, tak sedikit dari sejumlah ruas jalan rawan tawuran juga ada yang berdekatan dengan kantor polisi. Ruas Jalan Matraman Raya, Jakarta Timur, contohnya. Padahal, ruas jalan itu hanya berjarak sekitar 50 meter dari Kantor Polres Jakarta Timur.

Menurut sejumlah pedagang kaki lima dan juru parkir, bisa tiga sampai empat kali dalam seminggu terjadi tawuran pelajar di ruas jalan itu. Mereka membawa celurit, pedang samurai, dan gir untuk berkelahi.

Menurut Parmin (45), pedagang kaki lima lainnya, personel TNI dan polisi baru akan turun ke jalan jika tawuran sudah memanas. ”Ada beberapa kali polisi sampai melepaskan tembakan membubarkan,” katanya.

Bahkan di Jakarta Utara, tawuran antarpelajar sudah mengarah pada kriminalitas, berupa perampokan. Salah satunya tawuran yang terjadi di kawasan Pademangan, 13 September.

Dalam rekonstruksi yang digelar Polsek Pademangan, di Jalan Benyamin Sueb, enam tersangka siswa SMK Taman Siswa Taman Madya 1 Kemayoran menyerang sejumlah pelajar SMA Negeri 40 Pademangan yang sedang melintas di jalan. Setelah menyerang, tersangka merampas dompet dan telepon seluler milik korban.

Deklarasi damai

Untuk meredam aksi balas dendam, di Kantor Wali Kota Jakarta Selatan, Ketua Organisasi Siswa SMAN 70 dan SMAN 6 membacakan deklarasi komitmen perdamaian dan kesepakatan diakhirinya aksi tawuran.

Kepala SMAN 70 Saksono Liliek Susanto, Kepala SMAN 6 Kadarwati Merdiautama, dan instansi terkait bersama Wakil Wali Kota Jakarta Selatan Syamsuddin Noor menyaksikan deklarasi yang, antara lain, berisi kesepakatan menghentikan secara permanen perbuatan anarkistis. Jika terjadi perselisihan, kedua pihak sekolah juga akan menyelesaikan secara damai dan kekeluargaan.

Kedua SMA juga sepakat menjaga kawasan Bulungan dan Mahakam di Kebayoran Baru menjadi tertib, aman, dan tenteram. Mereka juga sepakat menjaga ketertiban dan keamanan serta nama baik almamater di mana pun berada. Jika terjadi pelanggaran terhadap ikrar damai tersebut, pelajar bersedia menerima sanksi sesuai hukum.

Sebuah posko keamanan terpadu anti-tawuran juga telah didirikan di dekat Gelanggang Remaja Bulungan, Jakarta Selatan. Yang bertugas jaga di posko ini adalah polisi, satpol PP, dan pihak keamanan sekolah.

Para pelajar kedua SMA juga sepakat bahwa sebulan sekali setiap tanggal 24 akan mengadakan pertemuan untuk lebih menjalin silaturahim dan kebersamaan. Tanggal 24 dipilih sekaligus untuk memperingati meninggalnya Alawy Yusianto Putra, siswa SMAN 6.(NEL/GAL/WIN/REN/RAY/MDN/RWN/IND/ABK)


Berita terkait peristiwa ini dapat diikuti dalam topik "Tawuran Berdarah"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com