Tawuran antara siswa SMA Negeri 70 dan SMA Negeri 6 di kawasan Bulungan, Jakarta Selatan, mungkin termasuk salah satu dari sekian kasus tawuran di Tanah Air yang menarik perhatian
Pada Kamis (11/10) kemarin pagi hingga siang, Kemendikbud juga menyelenggarakan pelatihan emotional and spiritual quotient (ESQ) tentang perdamaian yang diikuti lebih dari 500 siswa SMA Negeri 70 dan SMA Negeri 6 di Gedung Granada, Menara 165, TB Simatupang, Jakarta
Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Pendidikan Musliar Kasim mengatakan, pelatihan ini salah satu cara untuk mengurai permasalahan pendidikan yang terjadi belakangan ini. Dengan berbagai permainan, peserta pelatihan sengaja dibaurkan sehingga suasana memang cair dan tak ada kesan permusuhan dari siswa-siswa beda sekolah itu.
Pada saat yang sama, perwakilan kedua sekolah itu juga mendeklarasikan perdamaian di atas Kapal Republik Indonesia (KRI) Dewaruci di Dermaga Komando Lintas Laut Militer (Kolinlamil) Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Kapal latih bagi kadet Akademi Angkatan Laut itu baru tiba di Indonesia setelah berkeliling dunia melintasi Samudra Pasifik dan Atlantik serta 21 negara di empat benua selama 277 hari sejak Januari 2012.
Aria Lugina (18), mewakili SMA Negeri 70, dan Arofi Ardiansyah (17) dari SMA Negeri 6 bersalaman dan berpelukan. Di hadapan Kepala Pusat Penerangan TNI AL Laksamana Pertama Untung Suropati dan Ketua Komisi Dewan Pembina Komnas Perlindungan Anak
Mereka tampak gembira. Suasana cair. Bahkan, mereka berfoto bersama dengan latar KRI Dewaruci serta sejumlah plakat dan piagam penghargaan yang diraih para kadet Akademi AL Tingkat II angkatan 50.
Arofi berharap perdamaian benar-benar terwujud di lingkungan sekolah. Tak ada lagi tawuran, apalagi berujung kematian. ”Jangan ada lagi permusuhan. Kami ingin bisa belajar dengan tenang, terlebih akan segera menghadapi ujian akhir,” kata Arofi.
Kapal ini berkeliling dunia membawa misi perdamaian. Para kadet juga mengenalkan budaya, kesenian, dan pariwisata Indonesia. Mereka dielu-elukan di luar negeri dan mengantongi sederet prestasi membanggakan.
”Ini efektif menjadi bahan pembelajaran para siswa,” kata Seto.
Namun, menciptakan perdamaian di antara semua pelajar di Ibu Kota memang tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Kemarin, tawuran pelajar masih terjadi di Jakarta. Kali ini, tawuran terjadi antara pelajar dari SMK Negeri 29 atau STM Penerbangan, Jakarta Selatan, dan pelajar SMK Bakti, Jakarta Timur.
”Ada korban luka. Kejadian pukul 14.00 di Jalan Raya Pasar Minggu, dekat Tugu Pancoran,” kata Komisaris Aswin dari Humas Polres Jakarta Selatan.
Dua siswa SMK Bakti terluka cukup parah. Resky Alpian (16), siswa kelas XI, terluka di lengan kiri dan punggung belakang tembus ke paru-paru. Adapun Jalal Muhamad Akbar (15), siswa kelas X, terluka di punggung dan kepala. Resky langsung dibawa ke RSCM, Jakarta Pusat, sementara Jalal dirawat di RS Tria Dipa di Jakarta
”Di Polsek Pancoran sudah diamankan tiga saksi dari SMK Bakti Jakarta. Tiga saksi lainnya dari SMK Negeri 29 diamankan di Polsek Tebet,” kata Aswin.
Untuk menghentikan tawuran sampai ke akarnya, berbagai pendekatan perlu dilakukan, termasuk penegakan hukum yang tak kenal kompromi untuk memberi efek jera.
Hal itu pula yang diharapkan Tauri Yusianto (49), ayah almarhum Alawy Yusianto Putra, yang menjadi korban tawuran. Menurut dia, ketika pihak keluarga tersangka pembunuh anak mereka meminta maaf, sebagai umat Muslim, ia telah memaafkannya.
”Akan tetapi, dalam hal proses hukum, keluarga kami tidak akan kompromi. Dia (tersangka) harus mempertanggungjawabkan perbuatannya,” ujar Tauri.
Sejak kematian Alawy, kata Tauri, istrinya, Endang Puji Astuti, dan anak tertua dari dua bersaudara itu, kakak Alawy, Yunita, masih terus bersedih.
Tauri berharap kematian anaknya benar-benar menyudahi kebiasaan buruk tawuran di Bulungan.
Lody Paat dari Koalisi Pendidikan sebelumnya menegaskan, agar ada efek jera, selain memidanakan pelaku pembunuh Alawy, juga harus ada sanksi tegas ke pihak sekolah.
”Mulai dari guru sampai kepala sekolah bisa diberi sanksi. Akreditasi sekolah juga bisa diturunkan karena ada syarat-syarat tertentu agar tetap bisa berpredikat sekolah berstandar nasional, internasional, dan lainnya,” katanya.
Sejak Senin berdarah itu memang tak lagi pecah tawuran di Bulungan. Namun, semua pihak tidak boleh lelah membangun suasana perdamaian. Dari