Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kaji Proyek Monorel

Kompas.com - 25/10/2012, 03:05 WIB

Jakarta, Kompas - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta perlu mengkaji betul rencana pembangunan monorel. Selain daya angkutnya rendah (light rail transit), pembiayaan pembangunan monorel ini juga tergolong mahal sehingga berimbas pada tarif yang tinggi.

Direktur Institut Studi Transportasi Darmaningtyas, Rabu (24/10), mengatakan, rencana meneruskan pembangunan monorel bukan keputusan bijak karena daya angkutnya rendah, rata-rata terdiri atas dua kereta per rangkaian.

”Semuanya harus dibangun lagi, termasuk depo keretanya. Ini tidak ekonomis. Tarifnya bisa di atas Rp 10.000 per orang. Jika dilihat dari jangkauan rencana monorel di Jakarta yang radiusnya kurang dari 10 kilometer, ini terlalu mahal,” kata Darmaningtyas.

Menurut dia, kalau tarif disubsidi pemerintah, subsidinya bakal besar. Akan tetapi, jika tidak disubsidi, bisa dibayangkan pengelolaan monorel akan seperti KRL Commuterline. Tiket bisa terus naik, tetapi tingkat kualitasnya diragukan.

Pengamat perkeretaapian, Djoko Setijowarno, menambahkan, monorel tidak cocok untuk angkutan massal karena kecepatannya rendah dan biaya operasionalnya mahal.

Monorel lebih cocok untuk transportasi kawasan wisata, seperti antara Pulau Sentosa dan Singapura daratannya, yang tarifnya 3 dollar Singapura atau lebih kurang Rp 20.000 untuk jarak sekitar 5 kilometer.

Sementara di pusat Kuala Lumpur, Malaysia, monorel terhenti pada proyek pertama dengan jalur sepanjang 9 kilometer dan kini tidak lagi dikembangkan. Kota-kota di dunia cenderung sudah tidak lagi merekomendasikan monorel sebagai transportasi massal.

Peneliti perkeretaapian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Taufik Hidayat, mengatakan, tarif monorel harus diperhitungkan betul karena dari sisi investasi, pembangunan infrastruktur monorel mahal.

Jalur busway

Sementara itu, terkait dengan pengembangan bus transjakarta, Pemprov DKI Jakarta dan Pemprov Jawa Barat sepakat mulai membangun jalur koridor utama Jakarta-Kota Bekasi pada tahun 2013. Proyek ini diharapkan bisa mengurangi kemacetan yang terjadi di daerah pinggiran Jakarta akibat warga yang ulang alik setiap hari.

Kesepakatan itu ditandatangani dalam Rapat Paripurna Badan Kerja Sama Paripurna Jabodetabekjur di Hotel Grand Panghegar Bandung, Jawa Barat, Selasa (23/10).

Jalur yang dibangun sepanjang 7.968 meter. Sepanjang 7.168 meter ada di wilayah DKI Jakarta dan sisanya, sepanjang 800 meter, ada di Kota Bekasi. Biaya pembangunan jalur ini menyedot Rp 57 miliar.

”Moda transportasi ini bisa mendukung sarana transportasi lainnya, seperti KRL komuter di Bogor,” ujar Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, Rabu.

Jalur busway ini menghubungkan Terminal Pulo Gadung sampai 800 meter di wilayah Bekasi. Pembangunan jalur bus ini akan ditanggung bersama-sama oleh pemerintah dua daerah. Pemprov Jabar akan menganggarkan dana Rp 5 miliar untuk pembebasan tanah ataupun pembangunan jalur busway.

(ART/NEL/NDY/ELD)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com