Jakarta, Kompas
Asisten Deputi Bidang Evaluasi Perumahan Formal Kementerian Perumahan Rakyat Bernaldy, di Jakarta, Kamis (25/10), menyatakan, sejak tahun 2010, pengembang menghentikan program 1.000 menara rumah susun sederhana milik (rusunami) akibat hambatan regulasi, proses perizinan sulit dan biaya tinggi, serta harga patokan rumah susun dinilai tidak menarik.
”Sejak (program) stagnan, banyak pengembang enggak berminat melanjutkan proyek rusunami. Kami mengimbau pengembang untuk kembali membangun proyek rusunami,” ujar Bernaldy.
Sewaktu program diluncurkan, pemerintah mematok harga maksimum rumah susun bersubsidi itu Rp 144 juta per unit. Subsidi berupa pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan ketetapan pajak penghasilan final diturunkan dari 5 persen menjadi 1 persen.
Tahun ini, harga patokan rumah susun sederhana milik telah dinaikkan menjadi Rp 216 juta per unit. Peruntukan rumah susun itu bagi masyarakat berpenghasilan maksimum Rp 5,5 juta per bulan.
Data Kementerian Perumahan Rakyat menunjukkan, sejak tahun 2007 hingga Mei 2012, pelaksanaan pembangunan rusunami adalah 122 menara. Setiap menara rata-rata berisi 300-500 unit. Jumlah itu merosot dibandingkan dengan surat pengajuan minat pengembang sebanyak 724 proyek menara.
Sepanjang tahun 2011, realisasi rusunami anjlok menjadi 134 unit. Pada tahun 2012 target pembangunan rusun sebanyak 500 unit, tahun 2013 sebanyak 1.500 unit, dan tahun 2014 sebanyak 2.528 unit.
Bernaldy menambahkan, pengembangan proyek rusunami diharapkan memperhatikan tata ruang wilayah dan disesuaikan dengan daya dukung lingkungan. Pembangunan rusunami perlu dilengkapi sarana penunjang, seperti infrastruktur jalan, sekolah, dan kesehatan. Selain itu, luas lahan untuk rusunami juga diharapkan minimal 10.000 meter persegi untuk menopang arus pergerakan manusia. Hal itu juga akan meringankan beban pemerintah daerah dalam menyediakan sarana penunjang.
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia Eddy Ganefo menilai program rusunami saat ini masih sulit diterapkan karena tidak didukung regulasi dan kemudahan perizinan. Ketetapan kenaikan harga patokan rumah susun dari Rp 144 juta per unit menjadi Rp 216 juta per unit belum bisa efektif karena tidak diikuti dengan penyesuaian insentif harga bebas PPN.