Jakarta, Kompas -
”Gubernur meminta kami melakukan evaluasi teknis untuk melihat ulang kajian sebelumnya. Seminggu sekali kami akan koordinasi dengan Gubernur. Pada intinya, Gubernur ingin melihat semua persoalan MRT (mass rapid transit) secara jelas agar keputusan yang akan diambil tidak salah,” kata Direktur PT MRT Jakarta Tri Budi Raharjo, Selasa (30/10), di Jakarta.
Evaluasi ulang menyangkut kelangsungan selama operasional, harga, dan kemampuan angkut penumpang. Konsekuensi proses evaluasi ini memakan waktu sehingga membuka kemungkinan PT MRT membayar commitment charge, yaitu biaya yang di bayar jika dana pinjaman tidak dipakai sesuai batas waktu penggunaan anggaran tersebut.
Jokowi mengaku belum mendapatkan jawaban lengkap mengenai persoalan perjanjian kerja sama, daya angkut penumpang, dan skenario jika proyek ini merugi pada saat operasional. ”Saya mengingatkan, MRT itu badan usaha milik daerah, jika rugi bagaimana?” katanya.
Dia menjelaskan, di beberapa kota di dunia, proyek MRT dan monorel merugi ketika operasional. Kerugian tersebut ditanggung negara yang bersangkutan. Jokowi menilai syarat perjanjian pinjaman dengan Jepang terlalu mengikat, salah satunya keharusan menggunakan barang buatan Jepang. Hal itu berdampak pada harga tarif yang dikhawatirkan terlalu mahal bagi warga.
Jokowi mengaku tidak keberatan jika harus membayar commitment charge. Hal itu lebih baik daripada mengambil keputusan salah yang dampaknya dirasakan di kemudian hari.
Direktur Transportasi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Prihartono, saat memenuhi undangan Ombudsman Republik Indonesia untuk menjelaskan MRT di Jakarta, Senin (29/10), mengakui, kajian analisis dampak lingkungan ataupun teknis MRT memang dilakukan tahun 1985. ”Tetapi, kajian saat itu sudah ada proyeksi perkembangan masa kini. Kajian itu menggunakan dana pinjaman dari Jepang juga merupakan bagian dari paket pinjaman proyek MRT,” katanya.
Peneliti perkeretaapian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Taufik Hidayat, Selasa, mengatakan, pemerintah perlu segera merealisasikan transportasi massal yang mungkin diwujudkan di kota besar seperti Jakarta agar tidak macet.
Seusai pertemuan dengan Jokowi, Selasa, Wakil Menteri Perhubungan Bambang Susantono menegaskan keinginannya membantu transportasi Jakarta. ”Dalam banyak hal, Jakarta mampu mendanai sendiri. Yang perlu dijaga, konsistensi perencanaan dan integrasinya dengan Jabodetabek. Kami akan membantu fasilitasi di sana,” katanya. (ART/NEL/NDY/RYO)