Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Merajut Lampung "Sai" Lewat Tapis

Kompas.com - 21/11/2012, 15:20 WIB

”Saat pameran di Tokyo dan Kyoto, beberapa hari lalu, saya bertemu orang Jepang yang punya 70 koleksi tapis. Ia menawar empat koleksi saya, tapi tidak saya beri,” tutur Roslina.

Meskipun apresiasi terhadap seni kain tapis cukup tinggi, Raswan merasa miris apabila melihat berkurangnya perajin tradisional tenun tapis saat ini, terutama dari warga Lampung asli.

Lunturnya kearifan lokal

Menurut budayawan Lampung, Anshori Djausal, warga adat Lampung secara tradisional sebenarnya memiliki kearifan lokal, misalnya filosofi nemui nyimah dan nengah nyappur yang mengajarkan keterbukaan, tenggang rasa, dan bermasyarakat.

Namun, karakter piil (menjunjung harga diri) mudah tersulut akibat ketersinggungan piil itu sehingga amarah pun mudah meledak. Anshori tidak memerinci apa penyebabnya.

Mungkinkah ketersinggungan itu karena marginalisasi secara ekonomi, sosial, dan seni tapis itu sendiri? Atau karena semakin berkurangnya penutur bahasa Lampung dalam kehidupan sehari-hari?

Nyoman Sade (52), warga Sidomulyo, Lampung Selatan, yang pernah jadi korban kerusuhan belum lama ini, berharap, konsep Lampung sai (Lampung satu) segera terwujud agar Lampung layak menjadi miniatur Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com