Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banjir, Tanah Longsor, dan Rel Kereta Anjlok

Kompas.com - 27/11/2012, 17:24 WIB
Imanuel More

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Akibat curah hujan tinggi pada Jumat (23/11/2012) lalu, meluaplah air Kali Baru di wilayah Dusun Babakan Sirna, Cilebut, Bogor. Peristiwa ini cukup mengagetkan warga, terutama yang bermukim di RT 03 RW 11, Cilebut Timur. Air bah mengakibatkan tanah longsor di lokasi tersebut.

"Banjir besar yang mengakibatkan tanah longsor baru pertama kali terjadi di sini. Seumur-umur saya tinggal di sini kalau banjir paling di kampung sebelah barat sana," kata Endang (39), warga RT 03 RW 11 Cilebut Timur, Sukaraja, Bogor, saat ditemui Kompas.com di kediamannya, Selasa (27/11/2012).

Endang mengisahkan, pada Jumat sore, ia dan warga lainnya sedang berada di dusun sebelah barat untuk membantu penduduk yang menjadi korban banjir. Tiba-tiba, terdengar kabar bahwa rumah tetangga-tetangganya yang tinggal di dataran rendah Ciliwung telah tertimpa longsor. Tak hanya itu, longsoran telah memutuskan rangkaian rel kereta yang berada di tebing curam tersebut.

"Air di pinggir kali sudah setinggi lutut. Menjelang Magrib, air pelan-pelan melewati jalan dan bergerak menyusuri pinggiran rel, makin lama makin banyak," kata Ferna (37), warga lain di RT 03.

Dari kediamannya yang terletak belasan meter dari jalur rel, ia menyaksikan ketinggian air di sekitar rel terus meningkat. Aliran luapan kali kemudian merembes dan perlahan mengikis tanah di sekitar rel yang terletak di belakang rumahnya.

"Air pasti mencari jalan ke tempat rendah kan. Nah, akhirnya tanah fondasi rel yang kurang padat longsor menimpa rumah-rumah di sebelah bawah," kata Endang.

Peristiwa longsor di Cilebut bukanlah hal sederhana. Longsoran yang berawal dari luberan air kali telah menyebabkan terputusnya jalur transportasi KRL Jakarta-Bogor. Puluhan ribu orang yang mengandalkan moda transportasi KRL hingga para pemangku kepentingan transportasi langsung kalang kabut menghadapi situasi ini. Butuh waktu sekitar dua bulan untuk mengembalikannya ke kondisi normal.

Akibatnya tidak hanya itu. Ketua RT 03 RW 11 Cilebut Timur, Erry Ketut, menjelaskan, akibat longsoran, 14 rumah mengalami kerusakan total, 8 rumah rusak berat, dan 6 rumah berstatus terancam karena masuk dalam wilayah krisis. "Ada 30 KK dengan 132 jiwa yang terkena dampak," kata Erry.

Langkah tepat untuk menghadapi insiden ini tidak bisa hanya mengandalkan perbaikan rel dan bantuan kemanusiaan bagi para korban. Kedua opsi tersebut hanyalah bagian dari langkah tanggap darurat. Langkah yang tepat adalah mengatasi kemungkinan berulangnya luapan kali mengaliri tanah di sepanjang rel.

"Supaya tidak terulang ya harus dicegah banjirnya meluap sampai ke kawasan rel, perlu dibangun drainase sepanjang rel," ujar Endang.

Langkah lebih jauh yang perlu dipertimbangkan adalah normalisasi aliran Kali Baru. Warga setempat mengatakan, banjir yang menyebabkan longsor ini baru pertama kali terjadi di daerah tersebut. Luberan air tak terlepas dari penyempitan daerah aliran sungai (DAS) akibat pertumbuhan rumah-rumah penduduk yang saling berjejeran.

"Dulu kalinya cukup lebar, tetapi sekarang semakin sempit. Kita pahamlah, penduduk semakin banyak dan akhirnya mengisi sepanjang bantaran kali," kata Erry.

Hal serupa disampaikan Endang. Penyebab banjir, menurut penduduk asli Cilebut itu, tak lain dari kehadiran rumah-rumah yang mempersempit DAS. "Semakin hari semakin banyak rumah di sepanjang kali. Karena lahannya terbatas jalan raya di depan, kebanyakan lebarin ke kali. Kali Baru  jadi semakin sempit," tutur Endang.

Penyempitan kemudian berujung pada berkurangnya daya tampung sungai saat debit air meningkat di kala curah hujan tinggi. Air yang sebelumnya tidak pernah meluber hingga ke bantaran rel kereta saat kejadian pada Jumat pekan lalu bahkan bisa menyebabkan dinding tanah terjal di dekat rumah Endang longsor.

"Kalau ingin tidak terulang, Pemda perlu membatasi pembangunan rumah di sepanjang Kali Baru dan melakukan normalisasi. Kalau tidak begitu, kejadian kemarin akan terus berulang," kata Endang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com