Semarang, Kompas -
Demikian pendapat pengajar di Fakultas Hukum Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, Benny D Setianto, Jumat (30/11).
Pada Kamis lalu, tim pengadaan tanah, dengan mengerahkan 673 aparat keamanan dan alat-alat berat, mengeksekusi paksa lahan seluas 7,7 hektar milik 47 warga sekalipun warga belum menerima harga yang ditawarkan. Harga tanah yang ditetapkan Rp 65.000-Rp 185.000 per meter persegi, sedangkan warga meminta harga Rp 250.000-Rp 400.000, sesuai dengan harga jual tanah saat ini di wilayah itu.
”Saat ini pemerintah tidak bisa hanya terpatok pada cara-cara lama. Kini, sebuah persoalan harus dilihat lebih luas. Pembebasan lahan untuk kepentingan umum yang mendatangkan penghasilan seperti tol, misalnya, harus dibedakan dengan kepentingan umum yang tidak menghasilkan,” ujar Benny.
Meskipun hal itu tidak dibedakan dan tidak diatur dalam undang-undang, menurut Benny, seharusnya pemerintah lebih bijak dan cerdas memilih solusi. Pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang menghasilkan, misalnya, dapat dilakukan dengan menjadikan warga sebagai pemilik saham, bukan dengan membeli lahan mereka.
”Berdasarkan penelitian yang saya lakukan, warga yang lahannya terkena proyek, meskipun mendapat ganti untung, pada generasi selanjutnya pasti hancur. Terjadi pemiskinan. Sistem
Share-holder yang dimaksud adalah tanah warga digunakan, tetapi warga menjadi pemilik saham atas fasilitas yang dibangun dan mendapat bagi hasil setiap bulannya.
Seorang pemilik tanah, Suratmin (53), mengungkapkan, warga masih trauma atas eksekusi yang dilakukan pada Kamis lalu. Sebagian besar warga masih mengurung diri di rumah dan belum dapat beraktivitas seperti biasa.
Kuasa hukum warga, Heri Setiono, menyatakan akan menyomasi pengadaan tanah atas eksekusi paksa itu.
Satu unit mesin keruk terbakar, Jumat, kawasan Bengkong, Batam, Kepulauan Riau. Mesin keruk tengah menggusur permukiman yang dituding menempati areal lapangan golf.
Kepala Kepolisian Sektor Bengkong Ajun Komisaris Hadi Susilo mengatakan tengah mengusut kejadian itu.
Menurut pengakuan warga, saat mobil pemadam datang, hanya bagian pengeruk belum dilahap api. Bagian lain dari mesin keruk sudah terbakar. Api bisa dipadamkan saat sepasukan polisi tiba. Sementara massa tetap berkumpul.