Ketua Umum Asosiasi Pedagang Mi dan Bakso (Apmiso) Tri Setyo Budiman, seusai pertemuan, mengatakan, verifikasi di lapangan sudah dilakukan dan harus segera dicarikan jalan keluar.
”Kami sudah meminta Pemprov (DKI) mempertemukan semua pihak yang berkepentingan, yaitu PD Pasar Jaya serta Dinas Kelautan dan Pertanian. Kami akan melakukan pendampingan terhadap pemilik penggilingan daging, penjual daging, dan pedagang bakso,” katanya.
Akibat kasus penemuan pencampuran daging babi hutan untuk bakso, ujar Tri, banyak pedagang mengeluhkan penurunan omzet. Ada 50.000 pedagang mi bakso di Jakarta yang terkena dampak kasus tersebut.
Dengan perkiraan omzet per pedagang Rp 300.000 per hari atau total Rp 15 miliar, gangguan dari kasus pencampuran daging babi hutan sangat terasa dampaknya.
Sementara itu, Johan alias Ableh (35), pembuat dan pedagang bakso di Semper Timur, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara, Jumat, mengaku penjualannya anjlok 50 persen. Dia biasanya menghabiskan 350 butir bakso per hari, tetapi beberapa hari terakhir kurang dari separuh.
”Saya sering harus meyakinkan pembeli bahwa saya bikin bakso sendiri, pakai daging sapi kualitas super. Laku semua penghasilan kotor Rp 700.000 per hari, tetapi hari ini kurang dari Rp 400.000,” kata Johan.
Menurut Tri, kasus pencampuran daging babi hutan untuk bakso adalah dampak dari kekurangan pasokan daging yang terjadi di Jakarta selama empat bulan terakhir. Selama ini, 70 persen kebutuhan daging sapi di Jakarta didukung dari impor.
”Kebutuhan daging untuk pedagang bakso saja mencapai 12 ton per hari atau sekitar 4.130 ton per tahun yang tidak pernah terpenuhi. Apmiso menerima bantuan substitusi dalam bentuk daging beku,” kata Tri.