Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anggaran Pendidikan DKI Jakarta Paling Banyak Dikorupsi

Kompas.com - 02/01/2013, 17:43 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Riset Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menunjukkan Provinsi DKI Jakarta rawan akan korupsi. Anggaran pendidikan di Ibu Kota pun paling banyak dikorupsi dibandingkan dengan wilayah lainnya.

Berdasarkan Riset Analisis Strategis pada Semster II tahun 2012, PPATK melakukan kajian khusus terkait penyalahgunaan APBN/APBD di bidang pendidikan dengan subyek penelitian pada instansi pemerintah pusat dan daerah yang menangani bidang pendidikan.

Pada periode itu, PPATK mendapatkan tiga provinsi yang terbanyak dilaporkan yang di dalamnya terdapat indikasi transaksi mencurigakan terkait bidang pendidikan. Ketiga provinsi itu ialah DKI Jakarta (58,6 persen), Sumatera Utara (10,7 persen), dan Riau (7,9 persen).

Dari laporan itu, analisis PPATK menunjukkan tiga provinsi yang diduga melakukan penyalahgunaan anggaran di bidang pendidikan, yakni DKI Jakarta (33,3 persen), Sumatera Utara (13,3 persen), dan Jawa Timur (6,7 persen).

Sumber dana yang disalahgunakan, khususnya dalam bidang pendidikan, paling banyak bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar 37 persen. Setelah itu, APBD bidang pendidikan (non-BOS/DAK) 19 persen dan dana yang bersumber dari hibah dan BOS yakni 16 persen dan 15 persen.

Kepala sekolah terkorup

PPATK juga menemukan profil pelaku terkait penyalahgunaan APBN/APBD sektor pendidikan mayoritas dilakukan oleh kepala sekolah 20 persen, kontraktor 11 persen, dan dilakukan dosen serta kepala dinas pendidikan masing-masing 8 persen.

Modus yang dilakukan mayoritas adalah dengan menyalahgunakan kewenangan untuk menguntungkan diri sendiri sebesar 27 persen, menggelapkan uang (11 persen), tidak menyelesaikan proyek (10 persen), proyek fiktif (9 persen), dan pengadaan tanpa tender (7 persen).

Faktor yang menjadi penyebab utama penyalahgunaan APBN/APBD di bidang pendidikan berdasarkan analisis PPATK adalah kewenangan yang besar, kurangnya pengawasan atas mekanisme penggunaan dana, dan kurang transparansi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com