Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mendesak, Pembenahan Angkot

Kompas.com - 11/02/2013, 02:45 WIB

Jakarta, Kompas - Meninggalnya Annisa Azwar (20), setelah loncat dari angkutan umum, harus menjadi akhir drama bobroknya pengelolaan angkutan umum reguler di Jakarta. Pemerintah harus menjamin rasa aman dan nyaman pengguna kendaraan umum. Apalagi bila angkutan umum akan dijadikan moda andalan di Jakarta.

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Sudaryatmo, Minggu (10/2), mengatakan, akar masalah terkait meninggalnya mahasiswi itu bukan sekadar ada (dugaan) kejahatan di angkutan umum.

”Ini tentang pengelolaan angkutan umum yang tidak pernah beres. Sudah kesekian kali ada korban, tetapi tidak ada tindakan tegas dari regulator yang harusnya mengawasi operator angkutan umum. Saya lihat regulator, yaitu Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, khususnya dinas perhubungan tidak berdaya,” katanya.

Regulator pantas dituntut pertanggungjawabannya secara hukum atas kasus Annisa ini. Sesuai pengamatan Sudaryatmo, potensi terjadi kejahatan di atas angkutan umum dan juga pelanggaran aturan oleh sopir sampai saat ini masih amat tinggi karena pengelolaan angkutan umum yang masih individual.

Pengelolaan seperti ini sulit diawasi dan dijangkau sanksi hukum. Ketika ada kasus dan diproses hukum, yang terjerat sebatas sopir atau pemilik angkutan.

Padahal, tambah Sudaryatmo, sudah ada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 yang mewajibkan setiap angkutan umum dikelola oleh badan hukum, bukan perorangan. Organisasi angkutan umum juga harus memiliki pul sendiri, bengkel dengan standar khusus, dan sopir dengan SIM sesuai aturan. Dengan demikian, operasional angkutan umum bisa diawasi.

Komisioner Komnas Perempuan Sri Nurherwati mengatakan ada peningkatan kebutuhan perjalanan bagi perempuan seiring bertambahnya aktivitas mereka di ruang publik. Sayangnya, penyediaan angkutan umum belum diimbangi dengan pelayanan yang aman dan nyaman.

Jaminan perlindungan, termasuk di angkutan umum, merupakan kewajiban pemerintah. Adapun operasional angkutan umum banyak dilakukan swasta. Ini yang masih terputus sehingga di lapangan angkutan umum belum memberikan rasa aman dan nyaman bagi penumpangnya.

Bagaimana seharusnya pemerintah menerapkan sistem kontrol sampai ke lapangan untuk mencegah terjadi pelanggaran. Kontrol pemerintah bukan sekadar uji KIR atau di hulu saja.

Dia mengakui masih ada banyak angkutan umum yang melintas tidak sesuai trayeknya. Sementara itu, bagi penumpang yang tidak terbiasa dengan daerah itu tentu akan khawatir.

Dengan maraknya kasus kekerasan atau kriminalitas di angkutan umum, perempuan yang menggunakan angkutan umum akan makin merasa khawatir. Pemulihan atas kecemasan warga ini juga kurang.

Ketua DPD Organisasi Pengusaha Nasional Angkutan Bermotor di Jalan DKI Jakarta Soedirman menambahkan, pelaksanaan UU No 22/2009 tergantung dari ketegasan pemerintah. Menurut dia, saat aturan diterapkan dan sanksi siap dijatuhkan, pengusaha angkutan umum pasti akan bisa mengikuti perubahan pola manajemen yang ditetapkan.

”Karena sudah terlalu lama, berpuluh-puluh tahun, usaha angkutan ini sendiri-sendiri, jadi kaget ketika ada aturan. Namun, ini untuk kebaikan bersama dan tidak mematikan bisnis angkutan umum, saya yakin seharusnya bisa segera dilakukan,” katanya.

Ancam cabut trayek

Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Udar Pristono mengatakan, pihaknya hanya bisa melakukan pengawasan di hilir dengan uji petik secara berkala. ”Uji petik pun tidak bisa dilakukan setiap saat. Kami tidak bisa mengawasi angkutan kota selama 24 jam. Untuk itu, di hulu pun harus ikut berbenah.”

Selama operator angkutan umum tidak tertib memiliki pul, bengkel, tidak berbadan usaha yang jelas, serta tidak memberikan identitas yang jelas kepada sopirnya, tindak kriminalitas di angkutan umum dipastikan bakal tetap terjadi.

Pristono merasa yakin, kasus yang menimpa Annisa di angkot U 10 terjadi karena pengemudi adalah sopir tembak. ”Kalau dia tidak berjalan sesuai rute, seharusnya memang ditangkap, kalau di situ ada petugas.”

Menurut Pristono, yang bisa dilakukan dinas perhubungan adalah penegakan aturan, yaitu UU No 22/2009 dan Keputusan Menteri Perhubungan No 35/2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan.

Dalam peraturan itu disebutkan, antara lain, perusahaan angkutan umum harus ikut bertanggung jawab atas kerugian yang diakibatkan orang yang dipekerjakan atau sopir. Perusahaan juga harus bertanggung jawab terhadap kerugian penumpang.

”Sanksi yang dikenakan berupa peringatan tertulis, denda administrasi, pembekuan izin, dan pencabutan izin. Perusahaan angkutan umum juga tidak bisa tenang-tenang saja, mereka ikut bertanggung jawab,” katanya.

Sayangnya, sampai saat ini, perusahaan angkutan sering lolos dari jerat pidana karena kepemilikan angkutan umum, seperti mikrolet, banyak perorangan.

Kepala Bidang Angkutan Darat Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo mengatakan, jika sopir terbukti bersalah, izin trayek angkutan tersebut akan dicabut. Untuk sementara Dinas Perhubungan DKI menyerahkan proses hukum kasus ini kepada kepolisian.

Pemerintah Provinsi DKI berupaya meningkatkan kualitas pelayanan angkot agar tetap dipakai sebagai pilihan warga. Sejak 2012, ujar Syafrin, Pemerintah Provinsi DKI mewajibkan penggunaan seragam, kartu anggota koperasi atau perusahaan, dan kartu pengenal pengemudi.

Namun, penegakan aturan ini sulit dijalankan karena organisasi kepemilikan sopir angkot belum banyak yang berbenah. Hanya sebagian kecil yang sudah memiliki pul sendiri.

Membantah

Ramli, Ketua Koperasi Wahana Kalpika (KWK) Jakarta Utara, membantah dugaan Jamal, sopir U 10 (Sunter Permai-Muara Angke), melakukan pelecehan seksual. Peristiwa itu terjadi karena penumpang terlalu panik ketika sopir keluar jalur yang sebenarnya. Tanpa ada komunikasi, penumpang meloncat keluar angkot lalu terjatuh.

”Sopir kami menolong korban dan membawa ke rumah sakit. Lalu dia melaporkan peristiwa itu kepada polisi, tidak mungkin dia melakukan pelecehan seksual,” kata Ramli. Pihak KWK akan membantu Jamal selama menjalani proses hukum.

Berdasarkan pemantauan Kompas di lapangan, angkutan umum yang berjalan tidak sesuai trayek dan seenaknya di jalan umum dilakukan oleh sopir-sopir angkutan umum. Di kawasan Lebak Bulus hingga Blok M, Minggu kemarin, para sopir bus berlaku seenaknya.

Ngetem di sembarang tempat, menunggu penumpang tidak di halte, menaikkan atau menurunkan penumpang di tengah jalan, hingga balik arah karena sepi atau terjebak kemacetan.

”Bus ini sampai Ciledug. Namun, tahu sendiri di Kebayoran Lama suka macet panjang. Kalau penumpang sedikit, dioper. Saya balik ke sini (Blok M) lagi,” kata Hutabarat, sopir metromini, dengan entengnya.

Di sepanjang jalan Ciledug Raya, bus-bus yang berbalik arah tidak pada tempatnya jamak dijumpai. Dengan bantuan kenek dan polisi cepek, sopir bisa membawa busnya menerjang pembatas jalan dan berbalik arah.(NEL/NDY/FRO/ART)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com