Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 22/02/2013, 10:17 WIB

JAKARTA, KOMPAS - Keterlibatan rumah sakit swasta, khususnya yang berklasifikasi A, dalam program Kartu Jakarta Sehat sangat minim. Padahal, Pemerintah Provinsi DKI sudah menawarkan kerja sama kepada semua rumah sakit di Jakarta.

Hal itu dikatakan Kepala Unit Pelayanan Teknis Jaminan Kesehatan Daerah Dinas Kesehatan DKI Jakarta Yudhita Indah di Jakarta, Kamis (21/2). Ia mengakui, Pemprov DKI tak bisa memaksa setiap rumah sakit untuk menerima kerja sama tersebut. ”Namun, kami meminta mereka tetap menerima pasien miskin di IGD (instalasi gawat darurat),” kata Yudhita.

Rumah sakit klasifikasi A adalah rumah sakit yang memiliki kemampuan 4 pelayanan medis spesialis dasar, 5 pelayanan spesialis penunjang medis, 12 pelayanan spesialis lain, dan 13 pelayanan medis subspesialis.

Jika semua rumah sakit klasifikasi A mau melayani peserta Kartu Jakarta Sehat (KJS), antrean pasien di 92 rumah sakit yang sudah bekerja sama dengan Pemprov DKI untuk menerima pasien KJS bisa berkurang.

Anggota Komisi E DPRD DKI, Wanda Hamidah, mengakui, memang tidak ada keharusan bagi rumah sakit swasta menjalin kerja sama dengan program layanan kesehatan pemerintah. Namun, atas nama kemanusiaan, rumah sakit swasta itu seharusnya dapat menerima pasien miskin yang menjadi peserta KJS. Di sisi lain, pemerintah harus memberi jaminan klaim biaya obat dan perawatan sehingga operasional rumah sakit tidak terganggu.

Secara terpisah, aktivis sosial dari Forum Bersama Menggugat, Ricardo Hutahaean, mengatakan, setiap rumah sakit wajib menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak mampu atau miskin. Pelanggaran atas kewajiban itu dikenai sanksi sesuai Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

”Tak ada alasan pengelola rumah sakit menolak pasien tidak mampu. UUD, UU Sistem Jaminan Sosial Nasional, dan UU Kesehatan berprinsip, semua warga negara berhak mendapatkan pelayanan kesehatan. Hak warga mendapat layanan kesehatan berlaku di semua rumah sakit tanpa kecuali,” katanya.

Puskesmas

Direktur Utama RS Cipto Mangunkusumo Czeresna Heriawan Soedjono menilai, sekitar 50 persen pasien yang masuk RSCM sebenarnya merupakan pasien dengan penyakit yang bisa diobati di puskesmas atau rumah sakit umum daerah (RSUD). ”Karena banyak pasien yang masuk, pasien dengan penyakit yang rumit menjadi tidak bisa dirawat karena tempat tidur sudah terisi semua,” katanya.

Karena itu, kata Heriawan, penyaringan pasien dari puskesmas dan RSUD sangat penting agar tidak semua pasien datang ke RSCM. ”Dengan begitu, pasien yang membutuhkan penanganan khusus bisa mendapatkan tempat di sini,” katanya.

Sesuai perjanjian dengan Pemprov DKI, Heriawan mengatakan, pihaknya juga memberikan pelatihan kepada dokter atau tenaga medis di puskesmas atau RSUD di Jakarta.

Menurut Heriawan, saat ini sudah empat puskesmas yang akan didampingi RSCM. Dia juga berjanji akan memberikan kesempatan kepada petugas di puskesmas atau RSUD untuk mengikuti seminar atau peningkatan keterampilan yang diadakan di RSCM.

Secara terpisah, Direktur Utama RSUD Tarakan Kusmedi Priharto mengatakan, untuk menambah kapasitas tempat tidur, tak cukup hanya dengan menambah peralatan, tetapi juga harus menambah tenaga. Penambahan tenaga ini yang sulit dilakukan. Sejauh ini di RSUD terdapat 70 dokter dan 450 perawat.

Kusmedi menilai pasien yang berobat ke RSUD ini menderita penyakit yang tidak bisa diobati di puskesmas. Apalagi, RSUD ini menyediakan peralatan medis untuk sejumlah penyakit, seperti jantung, stroke, dan TBC. (MKN/NDY/WIN/ART)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com