Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anas Terancam Hukuman Seumur Hidup

Kompas.com - 23/02/2013, 07:05 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Hari Jumat (22/2) benar-benar hari keramat buat Anas Urbaningrum. Setelah lama menjadi polemik, Komisi Pemberantasan Korupsi akhirnya secara resmi menetapkan Ketua Umum Partai Demokrat itu sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek kompleks olahraga terpadu di Hambalang, Bogor, Jawa Barat.

”Berdasarkan hasil gelar perkara yang dilakukan beberapa kali, termasuk hari ini (kemarin), dalam kaitan dengan proses penyelidikan dan penyidikan dugaan penerimaan hadiah atau janji berkaitan dengan proses perencanaan, pelaksanaan pembangunan sport centre atau pusat pelatihan dan pendidikan di Desa Hambalang, dan atau proyek-proyek lainnya, KPK telah menetapkan Saudara AU (Anas Urbaningrum) sebagai tersangka,” kata Juru Bicara KPK Johan Budi SP, semalam. Surat perintah penyidikan atas nama tersangka Anas ditandatangani Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto.

KPK juga telah mengirimkan surat permintaan pencegahan kepada Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk mencegah Anas bepergian ke luar negeri sejak Jumat.

Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana mengakui, ”Tadi (kemarin) siang, sekitar pukul tiga (15.00), salah satu pimpinan KPK menelepon Dirjen Imigrasi untuk melakukan cegah kepada AU. Mekanisme itu sudah cukup bagi kami melakukan pencegahan. Pencegahan untuk enam bulan.” KPK mengirim surat permohonan itu lewat faksimile pukul 21.00.

KPK menyangka Anas melanggar Pasal 12 Huruf a atau Huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jika sangkaan itu terbukti di Pengadilan Tipikor, Anas menghadapi ancaman hukuman penjara seumur hidup. Pasal 12 UU Pemberantasan Tipikor antara lain menyebutkan, ”Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar”.

Huruf a dan b dalam Pasal 12 UU Pemberantasan Tipikor memuat ketentuan pidananya, yakni pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.

”Berdasarkan bukti-bukti yang ada, sudah ditemukan dua alat bukti yang cukup dan kemudian disimpulkan bahwa Saudara AU diduga melanggar pasal yang tadi sudah disampaikan. Kalau dari pasal-pasal yang diduga dilanggar tersangka, berkaitan dengan penerimaan hadiah atau janji saat yang bersangkutan menjadi anggota DPR,” katanya.

Nama Anas pertama kali disebut terlibat dalam kasus ini oleh mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin. Dalam penyelidikan KPK terkait kasus Hambalang, Anas diduga diberi mobil mewah Toyota Harrier oleh Nazaruddin tahun 2009. KPK telah memperoleh bukti berupa cek pembelian mobil mewah tersebut sejak pertengahan tahun lalu. Cek pembelian ini sempat tidak diketahui keberadaannya.

Anas maupun lewat pengacaranya, Firman Wijaya dan Patra M Zen, sudah membantah pemberian mobil Toyota Harrier. Anas juga membantah terlibat dalam proyek Hambalang. Bahkan Anas sempat sesumbar, bahwa jika terbukti korupsi satu rupiah saja, dirinya siap digantung di Monas.

Johan menuturkan, gelar perkara untuk menetapkan Anas sebagai tersangka berjalan mulus. ”Semua pimpinan sepakat bahwa AU sebagai tersangka. Tidak benar ada dua pimpinan yang mbalelo atau tidak sepakat. Itu hanya isu atau hoax,” ujarnya.

Semalam, secara resmi Majelis Tinggi Partai Demokrat belum bersikap. ”Saya belum bisa memberikan pendapat karena kami belum bertemu,” kata anggota Majelis Tinggi, Marzuki Alie

Menurut Ketua Divisi Advokasi dan Bantuan Hukum Partai Demokrat Denny Kailimang, partai akan memberikan bantuan hukum kepada Anas. ”Kami selama ini sudah memberikan bantuan kepada Pak Anas. Ada rekan kami, Patra M Zen, yang sudah mendampinginya,” katanya.

Majelis Tinggi mengambil alih kendali partai seperti diumumkan Susilo Bambang Yudhoyono di Puri Cikeas, Bogor, 8 Februari lalu, setelah melihat elektabilitas partai terus merosot. Di Majelis Tinggi, Anas duduk sebagai wakil ketua. Namun, Anas diminta fokus pada dugaan kasus hukum yang menimpanya.

Patra mengatakan, terkait pengumuman status Anas itu, pihaknya akan menunggu surat penetapan dari KPK. ”Kami tunggu surat penetapan dari penyidik KPK dan kami akan mengikuti proses hukumnya,” kata Patra.

Patra menambahkan, penetapan seseorang sebagai tersangka belum berarti orang tersebut terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah sebelum ada putusan dari pengadilan. ”Dalam kasus baru-baru ini, seperti kasus mantan Dirut Merpati, hakim memutus bebas,” katanya.

Ketua Pusat Pengembangan Strategi dan Kebijakan Partai Demokrat Ulil Abshar-Abdalla mengatakan, anggota Partai Demokrat akan menunggu sikap dan kebijakan Ketua Majelis Tinggi. ”Itu kerangka atau komitmen setelah rapimnas,” katanya.

Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat, Syarifuddin Hasan, menegaskan, ”Penetapan sebagai tersangka oleh KPK otomatis membuat Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum harus mundur, sesuai pakta integritas yang ditandatangani semua kader Partai Demokrat.”

Menurut Syarifuddin, pakta integritas sudah secara eksplisit dinyatakan berbagai konsekuensi yang harus dipatuhi semua kader Partai Demokrat. Semua kader yang bermasalah dengan hukum harus mengundurkan diri atau bersedia diberhentikan.

”Kami sangat prihatin karena ada kader kami kembali yang kena masalah dugaan korupsi. Untuk mengantisipasi kekosongan kepemimpinan, Majelis Tinggi Partai Demokrat akan membicarakan lebih lanjut,” ujar Syarifuddin.

Semalam suasana di rumah Anas tampak ramai. Tidak hanya kader Partai Demokrat yang datang, tetapi juga warga. Namun, Anas tak bisa ditemui. Anas diinformasikan menggelar jumpa pers siang ini. Perbedaan sikap di antara kader mulai menguat.

Sekretaris Bidang Agama DPP Demokrat Makmun Murod mengatakan, pernyataan kader yang meminta Anas segera mundur tidak etis. ”Itu sangat tidak etis. Seharusnya mereka bersedih karena ketua umum ditetapkan sebagai tersangka,” ujarnya.

Wakil Direktur Eksekutif Partai Demokrat Muhammad Rachmad mengatakan, dirinya akan mundur. ”Saya mengabulkan keinginan senior di Demokrat yang minta pendukung Anas mundur,” katanya begitu keluar dari rumah Anas, semalam.

Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Saan Mustopa mengatakan, Anas menghargai proses hukum, tetapi masih bingung apakah masalah itu peristiwa hukum atau politik. ”Mas Anas pasti akan mencari keadilan, menemukan kebenaran,” katanya.

Sekjen Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) meminta seluruh kader partai tetap solid, bersatu, dan mendoakan agar Anas diberi ketabahan dan kekuatan. ”Ini semua merupakan musibah atas berbagai musibah terdahulu yang ada di PD,” ujar Ibas dalam pernyataan tertulis.

Siang hari, sebelum statusnya ditetapkan KPK, Anas meminta semua pihak tidak memberikan tekanan kepada KPK dalam kasus Hambalang. ”Biarkan KPK bekerja secara profesional, mandiri, tanpa tekanan opini, tanpa tekanan politik,” ujar Anas seusai shalat Jumat di Masjid Al Hikmah di dekat rumahnya di Duren Sawit, Jakarta Timur.

”Biarkan KPK bekerja tanpa tekanan sehingga prosesnya berjalan dengan tepat, profesional, dan adil,” ujar Anas.(BIL/K02/ATO/OSA/ANA/FER/WHY)

Baca juga:
Sekelumit Sosok Anas Urbaningrum
Masihkah Anas Siap Digantung di Monas?
Anas Urbaningrum Dicegah ke Luar Negeri
KPK Belum Tahan Anas Urbaningrum
Rekam Jejak Anas Urbaningrum di Skandal Hambalang

Berita terkait dapat diikuti dalam topik:
Skandal Proyek Hambalang

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com