Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alternatif "Giant Sea Wall"

Kompas.com - 19/03/2013, 02:28 WIB

Jakarta berada pada perairan dangkal dan terlindung dari tsunami. Ancaman tsunami untuk Teluk Jakarta berasal dari Selat Sunda (Gunung Krakatau). Sebelum merambat ke Laut Jawa, tsunami harus melalui Selat Sunda yang sempit dan dangkal sehingga sebagian energi hilang. Gelombang tsunami yang merambat di Teluk Jakarta juga sangat kecil karena berada dalam daerah terlindung.

Posisi Teluk Jakarta sangat jauh dari pusat badai di Laut China Selatan. Perubahan muka air laut akibat badai akan lebih besar dampaknya di Malaysia dan Kalimantan dibanding di Jakarta.

Pemanasan global tidak hanya mengancam Jakarta, tetapi juga kota-kota lain di dunia. Kelihatan sekali pejabat DKI memperlakukan Jakarta sebagai kota cengeng yang tidak terurus dan diperbodoh konsultan asing.

Jadi, Jakarta tidak memerlukan tanggul laut raksasa.

Usulan Belanda

Tanggul laut raksasa adalah proyek peninggalan Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo, diusulkan konsultan Belanda. Mereka menyebutnya Sea Dike Plan Tahap III, dibangun tahun 2020-2030. Sesuai permintaan Gubernur DKI Jakarta yang baru, Joko Widodo, Menko Perekonomian setuju mempercepat ide ini langsung pada tahap III tanpa melalui tahap I dan II.

Peta tata letak menunjukkan, tanggul laut raksasa Jakarta tidak sama dengan Palm Island Project di Dubai yang jadi acuan Wakil Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama. Tanggul laut raksasa dirancang dalam sistem tertutup sehingga tidak terjadi putaran aliran air yang akan memperburuk kualitas perairan Jakarta.

Juga tidak tampak akses keluar untuk Pelabuhan Perikanan Nusantara sehingga fasilitas yang sangat penting ini harus ditutup. Karena itu, keputusan untuk mempercepat proyek tanggul laut raksasa perlu dikaji ulang.

Selain akan berdampak pada sulitnya Pembangkit Listrik Muara Karang mendapatkan air pendingin, ditutupnya Teluk Jakarta juga menyulitkan jalur pipa untuk pasokan gas dan minyak. Karena itu, sekali lagi, rencana ini harus dikaji saksama. Pipa yang ada belum tentu mampu menahan beban tanggul, apalagi mengantisipasi risiko penurunan tanah di tanggul itu.

Aliran sungai

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com