Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontras: Polisi Juga Harus Bertanggung Jawab

Kompas.com - 24/03/2013, 22:20 WIB
Imanuel More

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Haris Azhar, menilai Kepolisian Daerah Yogyakarta harus ikut bertanggung jawab atas kasus penyerangan tahanan Polda yang dititipkan ke Lembaga Pemasyarakatan Cebongan, Sleman. Pasalnya, para tahanan tersebut adalah titipan Polda dan belum berstatus terpidana.

"Polisi harus dimintai pertanggungjawaban. Kenapa polisi bawa empat orang korban itu ke Lapas," kata Haris saat memberikan keterangan pers di Kantor Imparsial, Jakarta, Minggu (24/3/2013).

Menurut Haris, dari pengalamannya menjadi pegiat hukum dan HAM, hampir muskil terjadi pelimpahan tahanan dalam tempo 3-4 hari setelah diamankan. Yang kerap terjadi adalah pelimpahan tahanan dari kejaksaan bila ruang tahanan kejaksaan penuh. Haris menjelaskan, dia telah mengumpulkan data lapangan terkait peristiwa penyerangan yang menewaskan empat tahanan. Namun, dia sulit mendapatkan keterangan resmi dari Polda terkait pemindahan tahanan dari rutan Polda ke LP Cebongan.

"Saya coba hubungi petinggi Polda DIY tapi tidak berhasil. Akhirnya saya cuma dapat keterangan dari seorang Kanit, katanya mereka (polda) akan back-up pengamanan," ujar Haris.

Ke-11 tahanan terkait kasus tewasnya seorang anggota TNI di Hugo's Cafe Maguwoharjo, Sleman, pada Selasa (19/3/2013) kemudian dipindahkan ke LP Cebongan, Sleman pada Jumat (22/3/2013) pagi. Pada dini hari berikutnya, Sabtu (23/3/2013), terjadi penyerangan yang menewaskan empat dari 11 tahanan itu. Saat penyerangan terjadi, dari keterangan para saksi yang diperoleh Haris, tidak terlihat bantuan pengamanan kepolisian.

"Tapi, sampai malam penyerangan tidak ada back up polda," ungkap Haris.

Peneliti Elsam, Wahyudi, justru menduga ada sesuatu di balik pemindahan tahanan itu. Dia mensinyalir, polda mengkhawatirkan berulangnya peristiwa di Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan, saat Mapolres diserang sejumlah oknum TNI.

"Dalam peristiwa di Cebongan, sepertinya mereka belajar dari kasus OKU, mungkin (pemindahan tahanan) untuk antisipasi hal-hal buruk, misalnya Rutan Polda dibakar," kata Wahyudi.

Dia beranggapan, proses hukum kasus Cebongan juga perlu mencakup investigasi pada internal kepolisian sendiri. Pasalnya, pemindahan tahanan dalam waktu singkat telah diketahui pihak luar yang kemudian melakukan penyerangan ke LP. Wahyudi menduga terjadi kebocoran informasi yang memungkinkan penyerang merencanakan aksi mereka dalam waktu singkat.

"Bagaimana penyerang tahu mereka (tahanan) dipindah ke sana (Cebongan)? Perlu ditelusuri jangan-jangan ada komunikasi atau tekanan antara polisi dengan penyerang sehingga mereka tahu tahanan dipindah ke Cebongan," ujar Wahyudi.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, empat orang tewas dalam peristiwa penyerangan di Lapas Cebongan pada Sabtu (23/3/2013) dini hari. Mereka adalah Gameliel Yermiyanto Rohi Riwu, Adrianus Candra Galaja, Hendrik Angel Sahetapi alias Deki, dan Yohanes Juan Manbait. Keempat orang itu diketahui sebagai tahanan Polda DIY dalam kasus pembunuhan anggota TNI di Hugo's Cafe Maguwoharjo, Sleman, pada Selasa (19/3/2013) malam.

Berita terkait, baca :

PENYERANGAN DI LAPAS SLEMAN

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

    Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

    Nasional
    Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

    Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

    Nasional
    Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

    Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

    Nasional
    Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

    Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

    Nasional
    Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

    Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

    Nasional
    Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

    Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

    Nasional
    Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

    Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

    Nasional
    Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

    Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

    Nasional
    Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

    Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

    Nasional
    Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

    Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

    Nasional
    Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

    Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

    Nasional
    Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

    Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

    Nasional
    Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

    Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

    Nasional
    Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

    Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

    Nasional
    'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

    "Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com