Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rakyat Kehilangan Pelayannya

Kompas.com - 28/03/2013, 08:04 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Kami diam bukan berarti setuju. Tolong perhatikan nasib pengguna kereta rel listrik (KRL) ekonomi. Lebih baik kami kepanasan daripada dingin tetapi harga mencekik. Kami rakyat biasa, bukan rakyat luar biasa yang selalu kena AC.

Curahan hati penumpang KRL ekonomi itu terpampang di salah satu ruangan di lantai dua kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Salemba, Jakarta Pusat, Rabu (27/3/2013). Beberapa perwakilan persatuan penumpang KRL ekonomi dari Bekasi dan Serpong turut hadir di YLBHI.

”Kami sudah minta penjelasan ke PT Kereta Api Indonesia (KAI), sudah pula demo. Akan tetapi, keberatan kami tidak didengar,” kata Tari, pegawai perusahaan swasta yang tergabung dalam Persatuan Penumpang dan Pengguna Jasa Angkutan KRL Ekonomi Jalur Lintas Bekasi-Jakarta Kota.

Anto, pekerja kontraktor swasta pengguna KRL ekonomi dari Bekasi, mengatakan, para penumpang kereta tak ber-AC itu tidak minta yang berlebihan. Mereka hanya minta KRL ekonomi dengan tarif Rp 1.500 per orang itu tidak dihapus. Mereka tidak sanggup membayar tiket commuter line (CL) seharga Rp 9.000 yang berarti enam kali lipat harga tiket KRL ekonomi tujuan sama, Bekasi-Manggarai.

Meskipun ada ancaman keselamatan ketika setiap hari menumpang KRL ekonomi yang bobrok, para penumpang itu tidak gentar. Dalam benak mereka, keinginan segera bisa sampai ke tempat kerja dengan cepat dan murah sehingga tak kehilangan pendapatan hari itu adalah prioritas utama.

Teguh Priyatna (30), pekerja di lingkungan YLBHI mengatakan, setiap hari, ia bersama buruh-buruh kasar yang jadi kuli angkut sampai penjaga kios di pasar, menjadi penumpang setia KRL Serpong-Tanah Abang.

Pendapatan Teguh dan para buruh kasar itu tak seberapa. Seperti juga Ayu, perempuan asal Serpong yang menjadi penjaga kios di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Dalam sehari, Ayu hanya mendapat uang Rp 20.000-Rp 50.000.

”Upah tergantung laris atau tidaknya dagangan di toko. Untuk bantu kami, pemilik toko memberikan ongkos pulang-pergi Rp 5.000 dan uang makan Rp 10.000,” katanya.

Teguh menambahkan, bagi sebagian besar penumpang KRL, perjalanan dengan kereta harus disambung lagi dengan menumpang kendaraan umum lain untuk sampai ke tujuan. Hal ini tentu membutuhkan alokasi dana tersendiri. Jika harus ganti ke CL, ongkos perjalanan pasti membengkak.

Langgar HAM

Direktur LBH Jakarta Febi Yonesta mengatakan, sesuai amanat Undang-Undang Dasar 1945, pemerintah wajib mengelola kekayaan negara, termasuk perusahaan milik BUMN, dan digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyatnya. Di sisi lain, pemerintah itu ada untuk mengelola negara dan khususnya membela rakyat kecil. Mengapa kini kebijakan menyediakan angkutan murah bagi rakyat justru digerus sendiri oleh pemerintah.

”Kami tidak mau terjebak dalam kisruh antara Dirjen Perkeretaapian, Kementerian Perhubungan, BUMN, dan PT KAI. Mereka itu adalah pemerintah yang harusnya memikirkan nasib rakyatnya,” kata Febi.

Ekonom Faisal Basri mengatakan, pemerintah memang sudah ingkar. Selama bertahun-tahun membiarkan KRL ekonomi beroperasi tanpa mematuhi standar keamanan saja, pemerintah sudah melanggar hak asasi manusia.

”Kementerian Koordinator Perekonomian, BUMN, Perhubungan hingga Dirjen Perkeretaapian dan PT KAI itu sekarang tugasnya secepatnya menyediakan KRL sekelas CL dengan harga terjangkau. Di negara mana pun, tidak ada kereta api yang meraih untung dari tiket. Jadi memang harus ada subsidi dan pemberdayaan properti PT KAI,” katanya.

Namun, entah sampai kapan perbaikan kualitas KRL terwujud. Malam kemarin, Teguh, Tari, Anton, dan ratusan ribu penumpang tetap berdesakan di gerbong-gerbong dengan pintu yang tak bisa menutup lagi.

”Bila malam, lampu gerbong banyak yang mati. Gelap gulita,” kata Teguh. (NELI TRIANA)

Berita terkait, baca :

KRL Ekonomi Akan Dihapus

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com