”Penerapan tiket berdasarkan jumlah stasiun yang dilewati penumpang ini akan diberlakukan setelah sistem tiket elektronik dan pintu gerbangnya sudah terpasang di seluruh stasiun pemberangkatan KRL,” kata Direktur Utama PT KAI Ignasius Jonan, Selasa (2/4).
Perhitungan tarif KRL dengan sistem baru ini belum final. Salah satu simulasi yang dilakukan PT KAI dan PT KAI Commuter Jabodetabek (KCJ) antara lain dengan menerapkan tarif termurah untuk penumpang yang menempuh maksimal lima stasiun sebesar Rp 3.000. Untuk tiga stasiun berikutnya, penumpang dikenai tambahan Rp 1.000.
Sebagai contoh, penumpang dari Bogor tujuan Depok yang selama ini membayar Rp 8.000, dapat menikmati tarif sekitar
Direktur Komersial PT KAI Sulistyo Wimbo Hardjito mengatakan, pihaknya masih mengusahakan agar tarif terjauh sama dengan tarif yang berlaku saat ini. ”Kami tidak ingin ada kenaikan harga tiket dengan diberlakukannya perhitungan berdasarkan jarak tempuh penumpang. Oleh karena itu, sekarang sedang dihitung besaran tarif dengan sistem ini,” katanya.
Sistem baru ini akan diberlakukan untuk seluruh rute KRL, termasuk Stasiun Maja yang baru dilintasi KRL 1 April. Tiket termahal KRL saat ini adalah Bogor-Jakarta dan Maja-Jakarta, yakni Rp 9.000.
Direktur Utama PT KCJ Tri Handoyo mengatakan, dengan pemberlakuan tarif berdasarkan stasiun yang dilewati ini akan lebih adil bagi penumpang. Hal ini juga sudah lazim dilakukan di banyak negara.
”Kami juga mendorong orang berpindah moda dari angkutan darat ke kereta,” kata Tri.
Harapan penerapan tiket berdasarkan jarak ini sempat disampaikan penumpang KRL dalam diskusi yang diadakan Dewan Transportasi Kota Jakarta, Senin (1/4). Penumpang berharap pemberlakuan tiket berdasarkan jarak. ”Ini lebih adil,” kata Ketua Asosiasi Penumpang Kereta (Aspeka) Ahmad Safrudin.