Jakarta, Kompas -
Hukuman tersebut jauh lebih berat dibandingkan dengan hukuman yang dijatuhkan pengadilan sebelumnya. Pengadilan Tinggi Banten menghukum Kweh dengan pidana penjara selama 12 tahun. Hukuman itu jauh lebih ringan dibandingkan dengan hukuman 20 tahun penjara yang dijatuhkan Pengadilan Negeri Tangerang. Putusan MA itu sama dengan tuntutan jaksa, yakni vonis mati.
Ketua Kamar Pidana Artidjo Alkostar, Jumat (19/4), mengungkapkan, salah satu alasan Kweh dipidana mati adalah banyaknya narkotika yang dimiliki. Saat ditangkap polisi, Kweh sedang menjual ekstasi dan sabu. Setelah tempat tinggalnya di Apartemen Taman Anggrek Tower 5 digeledah, polisi menemukan 358.000 ekstasi dan sabu 48.500 gram.
”Di MA, kami jatuhkan hukuman mati karena jumlahnya sangat banyak dan membahayakan masyarakat Indonesia, khususnya generasi muda,” ujar Artidjo.
Menurut Artidjo, Kweh terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 114 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Putusan itu dijatuhkan majelis kasasi yang dipimpin Artidjo dengan anggota hakim agung Sri Murwahyuni dan Suryajaya. Putusan diambil secara bulat.
Tahun lalu, MA sempat diguncang kasus pemalsuan putusan perkara peninjauan kembali perkara Hanky Gunawan yang menyebabkan hakim agung Achmad Yamanie diberhentikan. Kasus ini masih diselidiki Komisi Yudisial terkait dugaan keterlibatan dua hakim agung lain yang turut memutus perkara itu, yaitu Imron Anwari dan Hakim Nyak Pha.
Polisi juga mengusut dugaan pemalsuan putusan itu, tetapi hingga kini belum ada kemajuan pengusutannya.