Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kronologi Dugaan Malapraktik Almarhumah Anna

Kompas.com - 23/04/2013, 10:51 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Meninggalnya Anna Marlina Simanungkalit (38) di ICU Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan, Jakarta Timur, pada 23 Maret 2013 silam, menyisakan penyesalan mendalam bagi keluarga, terutama Pandapotan Manurung (41), suaminya. Ia menilai ada dugaan tindak malapraktik atas tewasnya Anna. Hal itulah yang membawanya melapor ke polisi.

Ditemui wartawan di kediaman kerabatnya, Jalan Pancawardi Kayu Putih, Pulogadung, Jakarta Timur, Senin (21/4/2013) malam, Potan mengaku tewasnya Anna bermula pada 20 Februari 2013 lalu. Kala itu, Anna yang dinikahi Potan lima tahun silam dibawa ke RSUP Persahabatan pada 20 Februari 2013 karena ada benjolan di bagian leher.

Seusai mendaftar di bagian administrasi, Anna diarahkan menuju poli bedah untuk bertemu dr Budi Harapan Siregar. Setelah diperiksa dengan cara pasien diinstruksikan menelan ludah dan apakah merasakan sakit, dokter menyimpulkan benjolan itu adalah tiroid. Dokter pun mengatakan hal itu harus segera dioperasi.

"Dari pertama saja sudah tidak respek. Masa dia periksa leher istri saya sambil menekan-nekan handphone-nya. Padahal lagi memeriksa," ujar pria yang bekerja sebagai kontraktor tersebut.

Saat itu, Potan mengaku telah menanyakan apa risiko jika pasien menjalani operasi dan apa risiko jika pasien tidak menjalani operasi. Sang dokter menjawab, jika tidak dioperasi, maka tiroid ini akan berkembang menjadi kanker.

Selain itu, jika operasi tak dilaksanakan, maka tubuh pasien akan lemah dan mudah diserang penyakit. Adapun bagi wanita, anak yang dilahirkan berpotensi cebol.

Potan pun menyetujui keputusan operasi itu. Pada 6 Maret 2013, Potan membawa sang istri untuk menjalani pemeriksaan organ tubuh di poli bedah jelang operasi. Dari hasil pemeriksaan paru-paru, jantung, USG, dan darah, sang istri dinyatakan normal dan operasi dapat dilakukan.

Pasien pun diinstruksikan untuk kembali datang ke poli bedah pada Minggu 10 Maret 2013. Pada tanggal itulah, operasi pengangkatan tiroid di lehernya dilaksanakan oleh tenaga medis rumah sakit.

"Pagi hari, saya ngurus KJS (Kartu Jakarta Sehat) untuk mendapat pembebasan biaya. Ternyata, di sela-sela itu, operasi dilakukan. Pas siang ke istri saya, salah satu perawat memberiksan botol berisi gumpalan daging tiroid yang sudah diangkat lewat operasi," lanjutnya.

Seusai menjalani operasi, kondisi Anna tak kunjung membaik. Anna kerap merasa sakit di lehernya. Namun, dokter jaga saat itu mengatakan bahwa kondisi tersebut merupakan efek samping operasi dan akan dirasakan pasien tiga hingga satu minggu seusai operasi, tergantung ketahanan tubuh pasien.

Pada 13 Maret 2013 pagi, dr Budi yang melakukan operasi mengatakan hal mengejutkan. Menurutnya, pembengkakan dan rasa sakit di leher Anna disebabkan adanya bekuan darah yang menutup saluran tiroid yang diangkat. Oleh sebab itu, Anna harus menjalani operasi ulang.

Potan mengaku terkejut dengan pernyataan dokter. Sekitar pukul 12.30 WIB di hari yang sama, Potan dipanggil menemui dr Budi untuk diberi penjelasan terkait operasi ulang itu. Hal yang diungkapkan kembali mengejutkan Potan. Ia mengatakan, tiroid sudah menjadi kanker ganas telah melilit saluran pernapasan sehingga, saat pengangkatan, saluran makan pasien—yang dikatakannya sudah lemah—menipis dan sobek.

"Saya kaget, kenapa dalam jangka waktu berdekatan, penjelasan dokter berbeda jauh. Saya pokoknya enggak mau tahu, saya cuma mau istri saya selamat, saya bilang gitu," ujarnya.

Saat itu, Anna masih menjalani perawatan di ICU. Ia masih mengalami demam 37 hingga 39 derajat celsius. Beberapa hari kemudian, kondisi Anna membaik. Selang alat bantu pernapasan dilepas dan bisa berbicara sedikit meski pelan.

Pada Jumat 22 Maret 2013, dokter menyetujui pemindahan Anna dari ICU ke ruang rawat inap, meski suhu tubuhnya belum stabil benar.

Anna menggigil hingga meninggal

Sabtu, 23 Maret 2013, dokter Budi datang ke ruang rawat inap untuk mengganti perban di leher Anna. Seusai perawatan, dokter mengatakan kepada Potan bahwa nantinya pasien akan menerima pemasangan selang melalui kulit perut menuju lambung hingga pasien bisa dirawat jalan.

Penanganan apa pun itu, kata Potan, jika itu adalah yang terbaik bagi istrinya, lakukanlah. Sekitar 10 menit seusai penjelasan dokter, kondisi Anna kritis. Seluruh tubuhnya menggigil dan suhu badannya tinggi. Bahkan, mulut Anna bergetar hingga Potan khawatir lidah sang istri tergigit.

Dokter pun memasukkan Anna kembali ke ruangan ICU. Salah seorang dokter sempat meminta izin Potan untuk memindahkan selang alat bantu supply obat ke organ tubuh dari dada kanan ke dada kiri pasien. Potan pun mengiyakan pasrah.

"Pukul 12.50 WIB, saya disuruh menebus resep, tapi saat kembali ke ICU, saya lihat dokter lagi menekan dada istri saya, langsung saya histeris berteriak keras sekali di situ. Istri saya meninggal," lanjut Potan.

Keesokan harinya, setelah menyelesaikan urusan administrasi, jenazah istrinya dibawa ke rumah duka dengan pengawalan dua polisi. Potan mengaku telanjur kesal menghadapi situasi itu. Anna kemudian dimakamkan di TPU Pondok Kelapa.

Setelah berkoordinasi dengan kuasa hukumnya, ia pun melaporkan secara personal dr Budi Harapan Siregar ke SPK (Sentra Pelayanan Kepolisian) Polda Metro Jaya, Senin (22/4/2013) kemarin, dengan tanda bukti TBL/1316/IV/2013/PMJ/Dit Reskrimum. Sang dokter dituntut karena diduga melanggar Pasal 359 KUHP juncto 361 KUHP.

Perwakilan Humas RSUP Persahabatan Magdalena mengaku baru mendapatkan informasi bahwa salah satu dokternya dilaporkan ke polisi, Senin malam. Pihak direksi pun telah menggelar rapat pada Selasa pagi terkait hal tersebut. Oleh sebab itu, pihak RSUP Persahabatan belum bisa menyampaikan keterangan atas laporan itu hingga pihak direksi selesai menggelar pertemuan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com